Get the Weather Widget widget and many other great free widgets at Widgetbox! Not seeing a widget? (More info) hari esok lebih baik
BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Kamis, 22 Juli 2010

CBSA

Semua guru profesional dituntut terampil mengajar tidak semata-mata hanya menyajikan materi ajar. Guru dituntut memiliki pendekatan mengajar sesuai dengan tujuan instruksional. Menguasai dan memahami materi yang akan diajarkan agar dengan cara demikian pembelajar akan benar-benar memahami apa yang akan diajarkan. Piaget dan Chomsky berbeda pendapat dalam hal hakikat manusia. Piaget memandang anak-akalnya-sebagai agen yang aktif dan konstruktif yang secara perlahan-lahan maju dalam kegiatan usaha sendiri yang terus-menerus.
Pendekatan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) menuntut keterlibatan mental siswa terhadap bahan yang dipelajari. CBSA adalah pendekatan pengajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif terlibat secar fisik, mental, intelektual, dan emosional dengan harapan siswa memperoleh pengalaman belajar secara maksimal, baik dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor. Pendekatan CBSA menuntut keterlibatan mental vang tinggi sehingga terjadi proses-proses mental yang berhubungan dengan aspek-aspek kognitif, afektif dan psikomolorik. Melalui proses kognitif pembelajar akan memiliki penguasaan konsep dan prinsip.
Konsep CBSA yang dalam bahasa Inggris disebut Student Active Learning (SAL) dapat membantu pengajar meningkatkan daya kognitif pembelajar. Kadar aktivitas pembelajar masih rendah dan belum terpogram. Akan tetapi dengan CBSA para pembelajar dapat melatih diri menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka. Tidak untuk dikerjakan di rumah tetapi dikerjakan dikelas secara bersama-sama.
Dasar-Dasar Pemikiran Pendekatan CBSA
Usaha penerapan dan peningkatan CBSA dalam kegiatan Belajar Mengajar (KBM) merupakan usaha “proses pembangkitan kembali” atau proses pemantapan konsep CBSA yang telah ada. Untuk itu perlu dikaji alasan-alasan kebangkitan kembali dan usaha peningkatan CBSA dasar dan alasan usaha peningkatan CBSA secara rasional adalah sebagai berikut:
1. Rasional atau dasar pemikiran dan alasan usaha peningkatan CBSA dapat ditinjau kembali pada hakikat CBSA dan tujuan pendekatan itu sendiri. Dengan cara demikian pembelajar dapat diketahui potensi, tendensi dan terbentuknya pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimilikinya. Pada dasarnya dapat diketahui bahwa baik pembelajar. materi pelajaran, cara penyajian atau disebut juga pendekatan-pendekatan berkembang. Jadi hampir semua komponen proses belajar mengajar mengalami perubahan.
Perubahan ini mengarah ke segi-segi positif yang harus didukung oleh tindakan secara intelektual, oleh kemauan, kebiasaan belajar yang teratur, mempersenang diri pada waktu belajar hendaknya tercipta baik di sekolah maupun di rumah. Bukankah materi pelajaran itu banyak, bervariasi dan ini akan memotivasi pembelajar memiliki kebiasaan belalar. Dalam hubungannya dengan CBSA salah satu kompetensi yang dituntut ialah memiliki kemampuan profesional, mampu memiliki strategi dengan pendekatan yang tepat.
2. Implikasi mental-intelektual-emosional yang semaksimal mungkin dalam kegiatan belajar mengajar akan mampu menimbulkan nilai yang berharga dan gairah belajar menjadi makin meningkat. Komunikasi dua arah (seperti halnya pada teori pusaran atau kumparan elektronik) menantang pembelajar berkomunikasi searah yang kurang bisa membantu meningkatkan konsentrasi. Sifat melit yang disebut juga ingin tahu (curionsity) pembelajar dimotivasi oleh aktivitas yang telah dilakukan. Pengalaman belajar akan memberi kesempatan untuk rnelakukan proses belajar berikutnya dan akan menimbulkan kreativitas sesuai dengan isi materi pelajaran.
3. Upaya memperbanyak arah komunikasi dan menerapkan banyak metode, media secara bervariasi dapat berdampak positif. Cara seperti itu juga akan memberi peluang memperoleh balikan untuk menilai efektivitas pembelajar itu. Ini dimaksud balikan tidak ditunggu sampai ujian akhir tetapi dapat diperoleh pembelajar dengan segera. Dengan demikian kesalahan-kesalahan dan kekeliruan dapat segera diperbaiki. Jadi, CBSA memberi alasan untuk dilaksanakan penilaian secara efektif, secara terus-menerus melalui tes akhir tatap muka, tes formatif dan tes sumatif.
4. Dilihat dari segi pemenuhan meningkatkan mutu pendidikan di LP’TK (Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidik) maka strategi dengan pendekatan CBSA layak mendapat prioritas utama. Dengan wawasan pendidikan sebagai proses belajar mengajar menggarisbawahi betapa pentingnya proses belajar mengajar yang tanggung jawabnya diserahkan sepenuhnya kepada pembelajar. Dalam hal ini materi pembelajar harus benar-benar dibuat sesuai dengan kemampuan berpikir mandiri, pembentukan kemauan si pembelajar. Situasi pembelajar mampu menumbuhkan kemampuan dalam memecahkan masalah secara abstrak, dan juga mencari pemecahan secara praktik.
Hakikat Pendekatan CBSA
Siswa pada hakekatnya memiliki potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas, maka kewajiban gurulah untuk merangsang agar mereka mampu menampilkan potensi itu. Para guru dapat menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada siswa sesuai dengan taraf perkembangannya, sehingga mereka memperoleh konsep. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut. Proses belajar-mengajar seperti inilah yang dapat menciptakan siswa belajar aktif.
Hakekat dari CBSA adalah proses keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya:
o Proses asimilasi/pengalaman kognitif, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan
o Proses perbuatan/pengalaman langsung, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya keterampilan
o Proses penghayatan dan internalisasi nilai, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya nilai dan sikap
Walaupun demikian, hakekat CBSA tidak saja terletak pada tingkat keterlibatan intelektual-emosional, tetapi terutama juga terletak pada diri siswa yang memiliki potensi, tendensi atau kemungkinan kemungkinan yang menyebabkan siswa itu selalu aktif dan dinamis. Oleh sebab itu guru diharapkan mempunyai kemampuan profesional sehingga ia dapat menganalisis situasi instruksional kemudian mampu merencanakan sistem pengajaran yang efektif dan efisien.
Dalam menerapkan konsep CBSA, hakekat CBSA perlu dijabarkan menjadi bagian-bagian kecil yang dapat kita sebut sebagai prinsip-pninsip CBSA sebagai suatu tingkah laku konkret yang dapat diamati. Dengan demikian dapat kita lihat tingkah laku siswa yang muncul dalam suatu kegiatan belajar mengajar.
Prinsip-Prinsip Pendekatan CBSA
Prinsip CBSA adalah tingkah laku belajar yang mendasarkan pada kegiatan-kegiatan yang nampak, yang menggambarkan tingkat keterlibatan siswa dalam proses belajar-mengajar baik intelektual-emosional maupun fisik, Prinsip-Prinsip CBSA yang nampak pada 4 dimensi sebagai berikut:
a. Dimensi subjek didik :
* Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongan-dorongan yang ada pada siswa dalam proses belajar-mengajar. Keberanian tersebut terwujud karena memang direncanakan oleh guru, misalnya dengan format mengajar melalui diskusi kelompok, dimana siswa tanpa ragu-ragu mengeluarkani pendapat.
* Keberanian untuk mencari kesempatan untuk berpartisipasi dalam persiapan maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar-mengajar maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar mengajar. Hal mi terwujud bila guru bersikap demokratis.
* Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu yang memang dirancang oleh guru.
* Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu, yang memang dirancang oleh guru.
* Peranan bebas dalam mengerjakan sesuatu tanpa merasa ada tekanan dan siapapun termasuk guru.
b. Dimensi Guru
* Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam meningkatka kegairahan serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar-mengajar.
* Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator dan motivator.
* Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar-mengajar.
* Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan cara serta tingkat kemampuan masing-masing.
* Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar-mengajar serta penggunaan multi media. Kemampuan mi akan menimbulkan lingkuñgan belajar yang merangsang siswa untuk mencapai tujuan.
c. Dimensi Program
* Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi kebutuhan, minat serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang sangat penting diperhatikan guru.
* Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep maupun aktivitas siswa dalam proses belajar-mengajar.
* Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
d. Dimensi situasi belajar-mengajar
* Situasi belajar yang menjelmakan komunikasi yang baik, hangat, bersahabat, antara guru-siswa maupun antara siswa sendiri dalam proses belajar-mengajar.
* Adanya suasana gembira dan bergairah pada siswa dalam proses belajar-mengajar.
5. Rambu-Rambu Pendekatan CBSA
Yang dimaksud dengan rambu-rambu CBSA adalah perwujudan prinsip-prinsip CBSA yang dapat diukur dan rentangan yang paling rendah sampai pada rentangan yang paling tinggi, yang berguna untuk menentukan tingkat CBSA dan suatu proses belajar-mengajar. Rambu-rambu tersebut dapat dilihat dari beberapa dimensi. Rambu-rambu tersebut dapat digunakan sebagai ukuran untuk menentukan apakah suatu proses belajar-mengajar memiliki kadar CBSA yang tinggi atau rendah. Jadi bukan menentukan ada atau tidak adanya kadar CBSA dalam proses belajar-mengajar. Bagaimanapun lemahnya seorang guru, namun kadar CBSA itu pasti ada, walaupun rendah.
a. Berdasarkan pengelompokan siswa
Strategi belajar-mengajar yang dipilih oleh guru harus disesuaikan dengan tujuan pengajaran serta materi tertentu. Ada materi yang sesuai untuk proses belajar secara individual, akan tetapi ada pula yang lebih tepat untuk proses belajar secara kelompok. Ditinjau dari segi waktu, keterampilan, alat atau media serta perhatian guru, pengajaran yang berorientasi pada kelompok kadang-kadang lebih efektif.
b. Berdasarkan kecepatan Masing-Masing siswa
Pada saat-saat tertentu siswa dapat diberi kebebasan untuk memilih materi pelajaran dengan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing. Strategi ini memungkinkan siswa untuk belajar lebih cepat bagi mereka yang mampu, sedangkan bagi mereka yang kurang, akan belajar sesuai dengan batas kemampuannya. Contoh untuk strategi belajar-mengajar berdasarkan kecepatan siswa adalah pengajaran modul.
c. Pengelompokan berdasarkan kemampuan
Pengelompokan yang homogin dan didasarkan pada kemampuan siswa. Bila pada pelaksanaan pengajaran untuk pencapaian tujuan tertentu, siswa harus dijadikan satu kelompok maka hal ini mudah dilaksanakan. Siswa akan mengembangkan potensinya secara optimal bila berada disekeliling teman yang hampir sama tingkat perkembangan intelektualnya.
d. Pengelompokkan berdasarkan persamaan minat
Pada suatu guru perlu memberi kesempatan kepada siswa untuk berkelompok berdasarkan kesamaan minat. Pengelompokan ini biasanya terbentuk atas kesamaan minat dan berorientasi pada suatu tugas atau permasalahan yang akan dikerjakan.
e. Berdasarkan domein-domein tujuan
Strategi belajar-mengajar berdasarkan domein/kawasan/ranah tujuan, dapat dikelompokkan sebagai berikut:
§ Menurut Benjamin S. Bloom CS, ada tiga domein ialah:
1) Domein kognitif, yang menitik beratkan aspek cipta.
2) Domein afektif, aspek sikap.
3) Dornein psikomotor, untuk aspek gerak.
§ Gagne mengklasifikasi lima macam kemampuan ialah:
1) Keterampilan intelektual.
2) Strategi kognitif.
3) Informasi verbal.
4) Keterampilan motorik.
5) Sikap dan nilai.
CBSA dapat diterapkan dalam setiap proses belajar mengajar. Kadar CBSA dalam setiap proses belajar mengajar dipengaruhi oleh penggunaan strategi belajar mengajar yang diperoleh. Dalam mengkaji ke-CBSA-an dan kebermaknaan kegiatan belajar mengajar, Ausubel mengemukakan dua dimensi, yaitu kebermaknaan bahan serta proses belajar mengajar dan modus kegiatan belajar mengajar. Ausubel mengecam pendapat yang menganggap bahwa kegiatan belajar mengajar dengan modus ekspositorik, misalnya dalam bentuk ceramah mesti kurang bermakna bagi siwa dan sebaliknya kegiatan belajar mengajar dengan modus discovery dianggap selalu bermakna secara optimal. Menurutnya kedua dimensi yang dikemukakan adalah independen, sehingga mungkin saja terjadi pengalaman belajar mengajar dengan modus ekspositorik sangat bermakna dan sebaliknya mungkin saja terjadi pengalaman belajar mengajar dengan modus discovery tetapi tanpa sepenuhnya dimengerti oleh siswa. Yang penting adalah terjadinya asimilasi kognitif pengalaman belajar itu sendiri oleh siswa.
Pengayaan
Memang, kita tidak perlu memperdebatkan dengan UN – Ujian Nasional. Memang, Sejak awal 1950-an, pemerintah menjadi penyelenggara tunggal ujian akhir. Kebijakan ini terus berlangsung sampai awal 1970-an. "Revolusi" pendidikan kembali terjadi ketika pemerintah membebaskan sekolah menyelenggarakan ujian sendiri sejak 1972.
Sebenarnya, yang harus diperdebatkan adalah bagaimana kurikulum pendidikan nasional. Salah satu kurikulum yang pernah populer adalah program Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA). Metode CBSA merangsang anak berpikir mandiri, mampu menemukan persoalan, dan dibahas bersama. Harapannya agar siswa mampu memahami persoalan secara komprehensif. Namun, mereka yang terbiasa ber-CBSA terbentur UN. Di depan lembar soal, mereka cuma diminta memilih, bukan menganalisis masalah dan menemukan jawabannya. Dalam penerapan metode belajar aktif yang benar, siswa dan guru sama-sama aktifnya.
Kalau ditilik lebih dalam, sebenarnya metode belajar aktif atau sekarang lumrah disebut sebagai metode PAKEM (pembelajaran kreatif, aktif dan menyenangkan) saat ini mulai dirasakan pentingnya dikalangan praktisi pendidik. Dikarenakan metode ini agaknya menjadi jawaban bagi suasana kelas yang kaku, membosankan, menakutkan, menjadi beban dan tidak membuat betah dan tidak menumbuhkan perasaan senang belajar bagi anak didik. Alih-alih membuat anak mau menjadi pembelajar sepanjang hayat yang terjadi malah kelas dan sekolah menjadi momok yang menakutkan bagi siswa.
Sebuah lelucon mengenai metode belajar aktif di sekolah dasar. “Metode belajar aktif yang terjadi adalah guru bermalas-malasan, sedangkan yang aktif justru muridnya. Murid diminta untuk mencatat, menyalin dan dibebani banyak sekali pekerjaan rumah. Dengan demikian ada kesalahan dalam menerjemahkan pendekatan pembelajaran. Tidak mungkin tercapai nuansa PAKEM apabila siswa dalam hal ini malah terbebani sedangkan guru juga tidak tentu arah dalam melaksanakan dan merencanakan pembelajaran dikelas.
Cara belajar siswa aktif adalah merupakan tantangan selanjutnya bagi para pendidik. Sebab ruh dari KTSP yang diberlakukan sekarang ini adalah pembelajaran aktif. Dalam pembelajaran aktif baik guru dan siswa sama-sama menjadi mengambil peran yang penting.
Guru sebagai pihak yang;
* merencanakan dan mendesain tahap skenario pembelajaran yang akan dilaksanakan di dalam kelas.
* membuat strategi pembelajaran apa yang ingin dipakai (strategi yang umum dipakai adalah belajar dengan bekerja sama)
* membayangkan interaksi apa yang mungkin akan terjadi antara guru dan siswa selama pembelajaran berlangsung.
* Mencari keunikan siswa, dalam hal ini berusaha mencari sisi cerdas dan modalitas belajar siswa dengan demikian sisi kuat dan sisi lemah siswa menjadi perhatian yang setara dan seimbang
* Menilai siswa dengan cara yang tranparan dan adil dan harus merupakan penilaian kinerja serta proses dalam bentuk kognitif, afektif, dan skill (biasa disebut psikomotorik)
* Melakukan macam-macam penilaian misalnya tes tertulis, performa (penampilan saat presentasi, debat dll) dan penugasan atau proyek
* Membuat portfolio pekerjaan siswa.
Siswa menjadi pihak yang;
* menggunakan kemampuan bertanya dan berpikir
* melakukan riset sederhana
* mempelajari ide-ide serta konsep-konsep baru dan menantang.
* memecahkan masalah (problem solving),
* belajar mengatur waktu dengan baik,
* melakukan kegiatan pembelajaran secara sendiri atau berkelompok (belajar menerima pendapat orang lain, siswa belajar menjadi team player)
* mengaplikasikan hasil pembelajaran lewat tindakan atau action.
* Melakukan interaksi sosial (melakukan wawancara, survey, terjun ke lapangan, mendengarkan guest speaker)
* Banyak kegiatan yang dilakukan dengan berkelompok.
Belajar dari Renald Kasali

Ada artikel yang menarik yang masih berkaitan dengan CBSA, yaitu PCL yang ditulis Rhenald Kasali di harian Seputar Indonesia. Begini kutipan lebih lengkap;
Banyak hal telah berubah, namun kita tetap saja melakukan hal yang sama berulang-ulang. Itulah yang terjadi dengan kita dalam berbagai hal, mulai dari membuat kopi, mengambil jalan menuju tempat bekerja, menulis surat, memimpin rapat, memimpin kantor, melakukan presentasi, sampai mengajar (untuk para guru dan dosen). Kita mengulangi segalanya dalam bentuk kebiasaan (habit) dan ketika harus diubah, rasanya sulit sekali.
Rasa sulit itu sama seperti seseorang yang merubah letak jam tangannya dari tangan kiri ke tangan kakan atau sebaliknya. Hal seperti itulah yang juga dialami oleh para guru dan dosen dalam mengajar. Semua orang di sini terbiasa mengajar dengan cara “menyuapi” anak didiknya. Dalam bahasa ilmiah cara itu kita sebut lecturing atau “memberi kuliah”. Murid mendengarkan, guru berbicara.
Murid Tak Mendengarkan
Tak seorang pun menyadari bahwa cara-cara lama itu sudah tidak efektif lagi. Di berbagai sekolah dan universitas murid-murid cenderung tidak mendengarkan gurunya. Mereka semakin asyik dengan diri mereka masing-masing. Kalaupun guru atau dosennya galak, mereka hanya bisa diam sebentar karena takut. Mereka mencatat namun pikiran mereka ada di tempat lain. Ada di handphone, internet, black berry, facebook, video game, musik, taman, dsb.
Dalam berbagai kesempatan kita juga pernah menyaksikan pidato-pidato para pejabat dan presiden yang ditinggal ditur oleh audience. Bukannya apa-apa, mendengar itu memang meletihkan. Apalagi kalau yang berbicara hanya membaca, memberi pesan yang kurang menarik, nada suaranya datar, wajahnya terlalu serius, dan tak menjalin interaksi. Rasanya ingin sekali kita cepat-cepat meninggalkan ruangan, menuju taman di depan, berbicara dan tertawa dengan teman-teman.
Inilah sebuah zaman yang kita sebut dengan era partisipatif. Di era ini, semua orang ingin berpartisipasi dan terlibat. Ingin berbicara apa saja, yang penting bisa ikutan. Celakanya sedikit sekali guru dan pemimpin yang mau memperhatikan hal ini dan merubah cara penyampaian mereka.
Sekitar 7 tahun yang silam, bersama-sama dengan teman-teman yang baru kembali dari Harvard, saya memperkenalkan metode baru dalam pengajaran yang kelak berdampak luas dalam teknik presentasi. Metode itu kita sebut dengan PCL (Participant Centered Learning). Pusat pembelajaran atau peresentasi itu ada si kelapa para partisipan, audience, bukan di tangana presenter, pemimpin, guru atau dosen.
Belakangan ini kampus-kampus mulai memperkenalkan metode SCL atau Student Centered Learning dan PBL atau Problem-Based Learning. Setelah saya pelajari, ternyata maksud dan tujuan kedua metode itu sebenarnya sama saja dengan PCL, yaitu mendorong keterlibatan audience. Hanya bedanya di level pendidikan yang lebih tinggi, audience tidak ingin diperlakukan sebagai student. Mereka ingin diperlakukan sebagai subjek, yaitu partisipan.
Monalisa Smile
Anda mungkin masih ingat dengan film Monalisa Smile yang dibintangi oleh Julia Roberts. Film ini selalu saya pakai dalam membantu memahami metode PCL. Dalam film itu diceritakan tentang seorang guru yang habis dikerjai murid-muridnya yang pintar dan aktif.
Saat pertama melakukan presentasi, Julia Roberts mengalami kegagalan. Semua slides yang ia presentasikan diambil dari buku dan celakanya semua audience-nya sudah membaca isi buku itu. Setiap slide baru dipresentasikan, murid-muridnya angkat tangan dan mempu menerangkan isinya sebelum sang guru menyelesaikan penjelasannya. Julia Roberts benar-benar mati akal, gugup dan menjadi terlihat bodoh.
Bagian film itu selalu kami diskusikan dan saya katakan pada para mahasiswa, seperti itulah audience yang saya inginkan. Semua harus sudah membaca dan siap. Sebab, seperti yang pernah dikatakan Plato, guru hanya akan datang kalau murid-muridnya siap.
Tapi benarkah mereka membaca sebelum masuk kelas? Bisakah kita memaksa mreka? Anda benar! Tradisi kita memang bukan tradisi membaca, sudah begitu, kalau ada satu audience yang kelihatan tahu dan membaca, maka ia selalu menjadi sasaran olok-olok teman-temannya. Mengapa begitu? Karena sebagian besar orang tidak membaca. Jadi mereka tidak ingin kelihatan bodoh, hanya karena ada temannya yang jalan lebih cepat.
Namun demikian, hal ini ternyata bukan hanya merupakan kesalahan audience (murid). Kesalahan terbesar justru ada di tangan presenter atau guru/dosen. Mengapa harus membaca kalau semua ini akan diceritakan secara penuh oleh guru atau dosennya? Bahkan, Bapak/ Ibu guru sudah memilihkan bagian-bagian yang penting-penting dari isi buku. Toh ujian tertulisnya semua bersumber dari catatan kuliah/kelas, bukan dari buku.
Kenyataan ini berbeda benar dengan yang dilakukan di negara-negara barat. Di sana, seorang guru atau dosen bukanlah seorang ‘tukang cekok’ yang memaksakan obat ke mulut anak didiknya. Tugas pendidik adalah membuat anak-anak didiknya senang belajar, gemar membaca dan berpikir kritis. Jadi di kelas, seorang guru tidak lagi memaparkan isi buku melainkan membentuk pikiran dan menjaga antusiasme audiencenya. Akibatnya, anak-anak didiknya mampu berpikir kritis, terbebas dari belenggu-belenggu dogmatis dan mampu berpikir “out of the box”.
Dunia Partisipatif
Dalam bagian lain dari film Monalisa Smile yang juga saya gunakan, Julia Roberts telah mengubah cara menyampaikan materi. Kali ini ia yang pegang kendali. Sadar yang dididik siswa-siswa pandai, maka ia menyodorkan bahan-bahan kehidupan. Slides presentasinya itu tidak ada di silabus atau di buku. Semua audience tercengang dan berkata, “Apa itu?” Ia menjawab, “Kalian yang terangkan pada saya, apa itu?”
Audience mulai binggung karena selama ini terbiasa berpikir buku teks. Mereka semua ribut, beda pendapat, mencari standar. Itulah saatnya seorang guru membentuk murid-muridnya.
Bagian film kedua ini saya tujukan kepara para pemimpin, guru, dosen, dan calon-calon presenter. Saya selalu mengatakan inilah guru dan pemimpin yang dibutuhkan bangsa ini. Guru yang membebaskan anak-anak didiknya dari belenggu-belenggu, dan guru yang menumbuhkan antusiasme.
Dalam berbagai kesempatan, tampak jelas, masalah terbesar pendidikan bangsa ini bukan berada di tangan para anak didik, rakyat, atau umat yang malas membaca, melainkan ada di tangan para pemimpin, guru-guru, dan para elit yang terlalu asyik dengan pikiran-pikirannya sendiri dan terbiasa mencekoki anak kecil. Mereka lupa bahwa rakyatnya dan anak-anak didiknya telah berubah. Inilah zaman partisipatif, zaman dimana semua orang sudah terkait satu dengan yang lain, yang menuntut antusiasme, kesetaraan dan tentu saja pemimpin yang mau mendengarkan. Itulah esensi dari PCL yanartinya Participant Centered Learning.

pembelajaran kreatif, aktif dan menyenangkan (PAKEM)

Metode belajar aktif atau sekarang lumrah disebut sebagai metode PAKEM (pembelajaran kreatif, aktif dan menyenangkan) saat ini mulai dirasakan pentingnya dikalangan praktisi pendidik. Dikarenakan metode ini agaknya menjadi jawaban bagi suasana kelas yang kaku, membosankan, menakutkan, menjadi beban dan tidak membuat betah dan tidak menumbuhkan perasaan senang belajar bagi anak didik. Alih-alih membuat anak mau menjadi pembelajar sepanjang hayat yang terjadi malah kelas dan sekolah menjadi momok yang menakutkan bagi siswa.
Dulu saya pernah mendengar sebuah lelucon mengenai metode belajar aktif di sekolah dasar. Saya tidak ingat detailnya tetapi yang saya ingat dengan baik adalah dalam metode belajar aktif yang terjadi adalah guru bermalas-malasan, sedangkan yang aktif justru muridnya. Murid diminta untuk mencatat, menyalin dan dibebani banyak sekali pekerjaan rumah. Dengan demikian ada kesalahan dalam menerjemahkan pendekatan pembelajaran. Tidak mungkin tercapai nuansa PAKEM apabila siswa dalam hal ini malah terbebani sedangkan guru juga tidak tentu arah dalam melaksanakan dan merencanakan pembelajaran dikelas.
Cara belajar siswa aktif adalah merupakan tantangan selanjutnya bagi para pendidik. Sebab ruh dari KTSP yang diberlakukan sekarang ini adalah pembelajaran aktif. Dalam pembelajaran aktif baik guru dan siswa sama-sama menjadi mengambil peran yang penting.
Guru sebagai pihak yang;
· merencanakan dan mendesain tahap skenario pembelajaran yang akan dilaksanakan di dalam kelas.
· membuat strategi pembelajaran apa yang ingin dipakai (strategi yang umum dipakai adalah belajar dengan bekerja sama)
· membayangkan interaksi apa yang mungkin akan terjadi antara guru dan siswa selama pembelajaran berlangsung.
· Mencari keunikan siswa, dalam hal ini berusaha mencari sisi cerdas dan modalitas belajar siswa dengan demikian sisi kuat dan sisi lemah siswa menjadi perhatian yang setara dan seimbang
· Menilai siswa dengan cara yang tranparan dan adil dan harus merupakan penilaian kinerja serta proses dalam bentuk kognitif, afektif, dan skill (biasa disebut psikomotorik)
· Melakukan macam-macam penilaian misalnya tes tertulis, performa (penampilan saat presentasi, debat dll) dan penugasan atau proyek
· Membuat portfolio pekerjaan siswa.
Siswa menjadi pihak yang;
· menggunakan kemampuan bertanya dan berpikir
· melakukan riset sederhana
· mempelajari ide-ide serta konsep-konsep baru dan menantang.
· memecahkan masalah (problem solving),
· belajar mengatur waktu dengan baik,
· melakukan kegiatan pembelajaran secara sendiri atau berkelompok (belajar menerima pendapat orang lain, siswa belajar menjadi team player)
· mengaplikasikan hasil pembelajaran lewat tindakan atau action.
· Melakukan interaksi sosial (melakukan wawancara, survey, terjun ke lapangan, mendengarkan guest speaker)
· Banyak kegiatan yang dilakukan dengan berkelompok.

Surat

Surat adalah suatu komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan informasi tertulis oleh suatu pihak ke pihak lain.

Surat merupakan lembaran kertas yang ditulis atas nama pribadi penulis atau atas nama kedudukannya dalam organisasi untuk berbagai kepentingan.

Korespondensi = surat menyurat.
Korespoden = pihak yang terlibat atau para pelakunya.
Komunikasi tetulis dengan media surat sampai saat ini masih sangat dibutuhkan dan belum tergantikan media lain.
Surat memiliki keunggulan sebagai bukti otentik yang memiliki kekuatan hukum yang sah karena surat yang asli tentunya memiliki identitas yang jelas,yaitu tanda tangan asli dan atau stempel (identitas resmi lembaga) asli.
Hal-hal khusus yang dimiliki oleh surat yaitu:
1. Penggunaan kertas (baik,bersih,ukuran ketebalannya,bergaris maupun polos).
2. Penggunaan model atau bentuk.
3. Pemakaian bahasa yang khas.
4. Pencantuman tanda tangan dan stempel organisasi.

Fungsi surat :
1. sebagai alat untukmenyampaikan pemberitauan, permintaan atau permohonan, buah pikiran / gagasan.
2. sebagai alat bukti tulis.
3. sebagai alat untuk mengikat.
4. sebagai bukti historis.
5. sebagai pedoman kerja.

Jenis surat.
Jenis surat dibagi menjadi :
Jenis surat dilihat dari sisi,bentuk,isi dan bahasanya,antara lain :
1. Surat resmi / Dinas
2. Surat tidak resmi / Pribadi
3. Surat setengah Resmi
Jenis surat menurut isinya,antara lain
1. Surat Keluarga / Pribadi
2. Surat Sosial
3. Surat Dinas
4. Surat setengah resmi
5. Surat niaga
Jenis surat menurut tujuannya,antara lain :
1. Surat perintah
2. Surat permohonan
3. Surat pemberitahuan
4. Surat penawaran
5. Surat keterangan
6. Surat keputusan

Bentuk Surat.
Bentuk surat adalah Pola surat menurut susunan letak dan bagian – bagian surat.
Menurut pola umum dalam surat – menyurat dikenal 6 macam bentuk surat,yaitu :
1. Bentuk lurus penuh.
2. Bentuk lurus.
3. Bentuk setengah lurus.
4. Bentuk surat bertekuk.
5. Bentuk resmi Indonesia lama.
6. Bentuk resmi Indonesia Baru.

Bagian – bagian surat resmi :
1. Kepala surat / Kop surat.
2. Tanggal surat.
3. Nomor.
- Lampiran.
- Hal.
- Sifat / Derajat surat.
4. Alamat yang dituju.
5. Salam Pembuka.
6. Isi,terdiri dari : Pembuka, Isi,Penutup
7. Salam penutup.
8. Indentitas pengirim,TTD,stempel.
9. Tembusan.

Perbedaan surat resmi dan surat tidak resmi dari sisi bahasa :
1. Diksi dalam surat tidak resmi cenderung bebas dan mudah dipahami,sedangkan dalam surat resmi tidak.
2. Dalam surat tidak resmi kalimat yang digunakan tidak harus baku,terkesan akrab dan tidak taat pada kaidah, sedangkan dalam surat resmi tidak.
3. Secara umum bahasa dalam surat tidak resmi cenderung ringan, akrab, dan tidak baku.

Ciri – ciri ragam bahasa tulis :
1. Sesuai dengan kaidah ejaan
2. sesuai dengan kaidah katatabahasaan ( berpola )
3. Berisi ide yang merupakan satu – kesatuan
4. Bagian – bagiannya berkoherensi
5. Bervariasi
6. Beraksentrasi
7. Logis

Surat Niaga
Surat niaga adalah surat yang berhubungan dengan masalah perniagaan / perdagangan.
Surat niaga adalah jenis surat yang isinya berhubungan dengan kepentingan niaga atau perdagangan.
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam menulis surat niaga :
• Menetapkan tujuan
• Menetapkan isi surat seperti :
a. Nama dan jenis barang
b. Merk dan kualitas barang
c. Banyak barang yang ditawar
• Penetapan tata urutan isi surat
• Menyelesaikan setiap bagian isi surat satu persatu
• Hindari penggunaan singkatan

Jenis surat niaga :
1. Surat Permintaan Penawaran.
Adalah surat yang berasal dari calon pembeli kepada pihak penjual yang isinya meminta keterangan daftar harga barang atau jasa yang hendak dibeli dari penjual.
Keterangan yang ingin diperoleh calon pembeli biasanya mengenai :
Jenis barang
Harga
Diskon
Syarat
Cara pembayaran / keterangan lain.

2. Surat Penawaran ( Offerte ).
Adalah surat yang dibuat untuk memberitahukan tentang barang atau jasa yang akan dijual dengan segala keterangannya kepada calon pembeli.
Surat penawaran bisa dibuat atas nama atau inisiatif pihak pemilik barang bisa juga karena ada permintaan dari calon pembeli.

Surat penawaran biasanya memberikan informasi tentang :
Nama Barang
Jenis Barang
Harga satuan
Kualitas
Potongan harga
Syarat pembayaran
Cara penyerahan

3. Surat Pembelian.
Adalah surat yang ditulis oleh calon pembeli kepada penjual barang yang berisi rincian barang – barang yang akan dibeli.

4. Surat Claim / Keluhan.
Adalah surat pemberitahuan kepada penjual atau pemilik barang yang tidak sesuai dengan pesanan dan disertai dengan tuntutan penyelesaian.

5. Surat Kuasa.
Adalah surat yang berisi kewenangan kuasa untuk melakukan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.Surat ini biasanya diberikan kepada orang yang dipercaya untuk menyelesaikan urusan pemberi kuasa karena dia tidak dapat melakukan sendiri.

Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam membuat surat kuasa :
1. Pemberian dan penerima surat kuasa harus dewasa,sehat rohani,dan jasmani.
2. Diberikan kepada orang yang benar – benar dipercaya.
3. Untuk perorangan surat kuasa tidak perlu diberi nomor surat.
4. Untuk satu instansi surat kuasa ditulis diatas kertas segel atau dibubui materai.
5. Ditanda tangani pemberi dan penerima kuasa.

Bagian – bagian surat kuasa :
a. Judul.
Judulnya yaitu “ Surat Kuasa “.
b. Indentitas pemberi kuasa.
c. Alamat pemberi kuasa.
d. Indentitas yang diberi kuasa / penerima.
e. Alamat yang diberi kuasa / penerima kuasa.
f. Keperluan / tujuan pemberian kuasa / bentuk wewenang.
g. Tanggal, bulan,dan tahun penulisan surat.
h. Nama dan tanda tangan penerima dan pemberi kuasa.

Pencantuman tanggal,bulan dan tahun penulisan surat sangat bermanfaat. Pencantuman ini berfungsi untuk :
a. Memberitahu penerima kapan surat itu dikirim.
b. Memudahkan penelusuran jika terjadi keterlambatan dalam menjawab surat.
c. Memudahkan pengarsipan.

6. Surat Perjanjian Jual - Beli.
Adalah surat yang berisi persetujuan yang mengikat antara dua pihak / lebih.
Dengan surat perjanjian Jual – Beli kedua belah pihak harus menepati janji yang telah disepakati. Bila ada satu pihak yang mengingkari janji atu pihak lainnya berhak menggugat kepada yang berwenang.

Syarat pembuatan Surat perjanjian Jual – Beli :
1. Isi saling disepakati pihak yang terkait.
2. Isi tidak bersifat menekan pihak lain.
3. Isi tidak menimbulkan rasa panas berbagai pihak.
4. Pembuatannya atas dasar musyawarah.
5. Bentuknya benar sesuai aturan.
6. Memakai bahasa yang saling dimengerti.
7. Ada pihak yang bertindak sebagai saksi.

Macam – macam Surat perjanjian :
Dari segi pengesahannya Surat perjanjian dibagi menjadi :
1. Surat perjanjian otentik.
Artinya surat itu disahkan oleh pejabat yang berwenang. (Desa atau Notaris)

2. Surat perjanjian tidak otentik.
Artinya surat itu tidak disahkan oleh pihak yang berwenang. Surat perjanjian ini biasa disebut surat perjanjian dibawah tangan.

Dari segi ini Surat perjanjian dibagi menjadi :
1. Surat perjanjian Jual – Beli.
2. Surat perjanjian Sewa – Beli.
3. Surat perjanjian Sewa – Menyewa.
4. Surat perjanjian Kerja Borongan.
5. Surat perjanjian Utang – Piutang.
6. Surat perjanjian kerja Sama.

Bagian – bagian / Unsur – unsur Surat perjanjian Jual – Beli :
1. Judul Surat perjanjian Jual – beli.
2. Indentitas penjual dan pembeli yang meliputi ;
- Nama
- Pekerjaan
- Alamat,dsb yang dianggap perlu
3. Isi perjanjian.
Biasanya isi perjanjian diwujudkan dalam bentuk pasal – pasal yang menyangkut :
a. Segala macam keterangan barang.
b. Hak dan kewajiban kedua belah pihak.
c. Harga yang disepakati.
d. Waktu penyerahan dan pembayaran.
e. Kewajiban lanjutan setelah terjadi proses jual – beli.
f. Keterangan tentang beban – beban.
g. Keterangan pihak – pihak yang menanggung ongkos balik nama,matrai,pajak,dsb.
h. Keterangan jika terjadi perselisihan.
i. Keterangan tentang jumlah perjanjian yang dibuat.
j. Keterangan tentang ketentuan – ketentuan tambahan lain.
4. Tempat dan tanggal pembuatan.
5. Tanda tangan pihak terkait dan nama lengkap.
6. Tanda tangan dan nama lengkap saksi.
7. Tanda tangan dan nama lengkap pejabat yang mengesahkan.

Struktur informasi manajemen

Struktur sistem informasi pada dasarnya dibedakan menjadi dua yaitu sistem yang terstruktur (formal) dan sistem yang tidak terstruktur (non formal). Sistem formal adalah sistem yang berjalan menurut norma-norma organisasi yang berlaku pada semua orang, sesuai dengan kedudukannya dalam organisasi. Sistem ini tergantung kepada tugas, wewenag, dan tanggung jawab yang dibebankan kepada pemegang jabatan organisasi. Sistem nonformal adalah sistem yang berlaku di lingkungan organisasi melalui saluran-saluran tidak resmi, tetapi mempunyai pengaruh cukup kuat dalam kehidupan organisasi yang bersangkutan (Gordon,1999).
Sistem informasi manajemen berusaha untuk menggabungkan keduanya dengan bertumpu pada norma organisasi dalam mendukung kegiatan organisasi. Dengan demikian diharapkan sistem formal dapat menjadi subsistem terutama keberhasilan organisasi bukan hanya perorangan tetapi hasil kerjasama seluruh organisasi.
1. Struktur sistem informasi berdasarkan kegiatan manajemen
Kegiatan perencanaan dan pengendalian manajemen dibagi atas tiga macam yaitu: kontrol operasional, kontrol manajemen, dan perencanaan stategi. Pengendalian operasional adalah proses penempatan agar kegiatan operasional dilaksanakan secara efektif dan efisien. Pengendalian operasional menggunakan prosedur dan aturan keputusan yang telah ditentukan lebih dahulu dalam jangka waktu yang relatif pendek. Dukungan pengolahan untuk pengendalian operasional terdiri atas: pengolahan transaksi, pengolahan laporan, dan pengolahan pertanyaan. Ketiga jenis pengolahan berisikan berbagai macam pembuatan keputusan yang melaksanakan aturan keputusan yang telah disetujui atau menyajikan suatu keluhan yang mengeluarkan yang akan diambil (Gordon,1999).
Informasi pengendalian manajemen diperlukan oleh berbagai manajer bagian, pusat laba dan sebagainya untuk mengukur prestasi, memutuskan tindakan pengendalian, merumuskan aturan keputusan baru untuk ditetapkan personalian operasional dan mengalokasikan sumber daya. Proses pengendalian manajemen memerlukan jenis informasi yang berkaiatan dengan tingkat ketelitian yang lebih tinggi menyangkut: pelaksanaan yang direncanakan, alasan adanya perbedaaan, dan analisa atas keputusan atau arah tindakan yang mungkin.
Perencanaan strategi mengembangkan strategi sebagai sarana suatu organisasi untuk mencapai tujuannya. Kegiatan perencanaan strategi tidak mempunyai keteraturan meskipun sebenarnya bisa dijadwalkan dalam periode waktu yang relatif panjang. Informasi yang dibutuhkan haruslah memberikan gambaran yang lengkap dan menyeluruh, walaupun tidak mempunyai ketelitian yang tinggi.
2. Struktur sistem informasi berdasarkan fungsi organisasi
Setiap informasi dapat dianggap sebagai kumpulan subsistem yang didasarkan atas fungsi yang dilaksanakan dalam organisasi. subsistem-subsistem yang umum adalahh sebagai fungsi-fungsi utama suatu organisasi dalam pemasaran, produk, logistik, personalia, keuangan dan akuntansi. Setiap fungsi akan melakukan kegiatan sebagai subsistem informasi untuk mendukung pengendalian operasional, pengendalian manajemen dan pengendalian strategi.
3. Struktur sistem informasi manajemen secara konseptual dan fisik
Struktur sistem informasi manajemen (SIM) dapat pula dipandang menurut konsep struktural yang memungkinkan pembahasan dan perancangan sistem fisik yang akan mendefinisikan cara pelaksanaan SIM.
· a. Struktur Konseptual
SIM didefinisikan sebagai suatu gabungan subsistem fungsional yang masing-masing dibagi dalam empat macam pengolahan informasi, yaitu: pengolahan transaksi, dukungan operasional sistem informasi, dukungan pengendalian manajerial sistem informasi, dukungan perencanaan stategi sistem informasi.
· b. Struktur Fisik
Struktur konseptual suatu SIM adalah untuk subsistem fungsional yang terpisah ditambah suatu pangkalan data, beberapa aplikasi umum, dan satu model dasar analisa umum dan model keputusan. Pada struktur fisik semua aplikasi terdiri atas program yang sama sekali terpisah, tetapi hal ini tidak selalu demikian adanya sehingga ada penghematan yang cukup besar dari pengolah terpadu dan pemakain modul umum. Pengolahan terpadu dicapai dengan perencanaan berbagai aplikasi yang paling berhubungan sebagai suatu sistem tunggal untuk menyederhanakan kaitan (interface) dan mengurangi duplikasi masukan sehingga melewati batas fungsional. Struktur fisik juga dipengaruhi pemakain modul umum untuk pengoperasian pengolahan yang menyebabkan tidak ada aplikasi yang lengkap tanpa pemakain modul umum.

Jumat, 16 Juli 2010

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF

1. Pembelajaran menurut Paradigma Konstruktivistik

Sebuah paradigma yang mapan yang berlaku dalam sebuah sistem boleh jadi mengalami fungsi apabila paradigma tersebut masih diterapkan pada sistem yang telah mengalami perubahan. Paradigma yang mengalami anomali tersebut cenderung menimbulkan krisis. Krisis tersebut akan menuntut terjadinya revoluasi ilmiah yang melahirkan paradigma baru dalam rangka mengatasi krisis yang terjadi (Kuhn, 2002).
Paradigma konstruktivistik tentang pembelajaran merupakan paradigma alternatif yang
muncul sebagai akibat terjadinya revolusi ilmiah dari sistem pembelajaran yang cenderung berlaku pada abad industri ke sistem pembelajaran yang semestinya berlaku pada abad pengetahuan sekarang ini.
Menurut paradigma konstruktivistik, ilmu pengetahuan bersifat sementara terkait dengan perkembangan yang dimediasi baik secara sosial maupun kultural, sehingga cenderung bersifat subyektif. Belajar menurut pandangan ini lebih sebagai proses regulasi diri dalam menyelesikan konflik kognitif yang sering muncul melalui pengalaman konkrit, wacana kolaboratif, dan interpretasi. Belajar adalah kegiatan aktif siswa untuk membangun pengetahuannya. Siswa sendiri yang bertanggung jawab atas peistiwa belajar dan hasil belajarnya. Siswa sendiri yang melakukan penalaran melalui seleksi dan organisasi pengalaman serta mengintegrasikannya dengan apa yang telah diketahui. Belajar merupakan proses negosiasi makna berdasarkan pengertian yang dibangun secara personal. Belajar bermakna terjadi melalui refleksi, resolusi konflik kognitif, dialog, penelitian, pengujian hipotesis, pengambilan keputusan, yang semuanya ditujukan untuk
memperbaharui tingkat pemikiran individu sehingga menjadi semakin sempurna.
Paradigma konstruktivistik merupakan basis reformasi pendidikan saat ini. Menurut
paradigma konstruktivistik, pembelajaran lebih mengutamakan penyelesaian masalah,
mengembangkan konsep, konstruksi solusi dan algoritma ketimbang menghafal prosedur
dan menggunakannya untuk memperoleh satu jawaban benar. Pembelajaran lebih dicirikan oleh aktivitas eksperimentasi, pertanyaan-pertanyaan, investigasi, hipotesis, dan model model yang dibangkitkan oleh siswa sendiri.
Secara umum, terdapat lima prinsip dasar yang melandasi kelas konstruktivistik, yaitu
1. meletakkan permasalahan yang relevan dengan kebutuhan siswa,
2. menyusun pembelajaran di sekitar konsep-konsep utama,
3. menghargai pandangan siswa,
4. materi pembelajaran menyesuaikan terhadap kebutuhan siswa,
5. menilai pembelajaran secara kontekstual.
Hal yang lebih penting, bagaimana guru mendorong dan menerima otonomi siswa,
investigasi bertolak dari data mentah dan sumber-sumber primer (bukan hanya buku teks), menghargai pikiran siswa, dialog, pencarian, dan teka-teki sebagai pengarah pembelajaran.
Secara tradisional, pembelajaran telah dianggap sebagai bagian “menirukan”suatu
proses yang melibatkan pengulangan siswa, atau meniru-niru informasi yang baru
disajikan dalam laporan atau quis dan tes. Menurut paradigma konstruktivistik,
pembelajaran lebih diutamakan untuk membantu siswa dalam menginternalisasi,
membentuk kembali, atau mentransformasi informasi baru.Untuk menginternalisasi serta dapat menerapkan pembelajaran menurut paradigma konstruktivistik, terlebih dulu guru diharapkan dapat merubah pikiran sesuai dengan pandangan konstruktivistik. Guru konstruktivistik memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. Menghargai otonomi dan inisiatif siswa.
2. Menggunakan data primer dan bahan manipulatif dengan penekanan pada
keterampilan berpikir kritis.
3. Mengutamakan kinerja siswa berupa mengklasifikasi, mengananalisis, memprediksi,dan mengkreasi dalam mengerjakan tugas.
4. Menyertakan respon siswa dalam pembelajaran dan mengubah model atau strategi
pembelajaran sesuai dengan karakteristik materi pelajaran.
5. Menggali pemahaman siswa tentang konsep-konsep yang akan dibelajarkan sebelum sharing pemahamannya tentang konsep-konsep tersebut.
6. Menyediakan peluang kepada siswa untuk berdiskusi baik dengan dirinya maupun
dengan siswa yang lain.
7. Mendorong sikap inquiry siswa dengan pertanyaan terbuka yang menuntut mereka untuk berpikir kritis dan berdiskusi antar temannya.
8. Mengelaborasi respon awal siswa.
9. Menyertakan siswa dalam pengalaman-pengalaman yang dapat menimbulkan
kontradiksi terhadap hipotesis awal mereka dan kemudian mendorong diskusi.
10. Menyediakan kesempatan yang cukup kepada siswa dalam memikirkan dan
mengerjakan tugas-tugas.
11. Menumbuhkan sikap ingin tahu siswa melalui penggunaan model pembelajaran yang beragam.

1.1 Tujuan dan Hasil Belajar

Seirama dengan kesesuaian penerapan paradigma desain pembelajaran, tidak terlepas pula dalam penetapan tujuan belajar yang disasar dan hasil belajar yang diharapkan.
Tujuan belajar menurut paradigma konstruktivistik mendasarkan diri pada tiga
fokus belajar, yaitu:
1. proses,
2. tranfer belajar, dan
3 bagaimana belajar.
Fokus yang pertama—proses, mendasarkan diri pada nilai sebagai dasar untuk
mempersepsi apa yang terjadi apabila siswa diasumsikan belajar. Nilai tersebut didasari
oleh asumsi, bahwa dalam belajar, sesungguhnya siswa berkembang secara alamiah. Oleh
sebab itu, paradigma pembelajaran hendaknya mengembalikan siswa ke fitrahnya sebagai
manusia dibandingkan hanya menganggap mereka belajar hanya dari apa yang
dipresentasikan oleh guru. Implikasi nilai tersebut melahirkan komitmen untuk beralih dari konsep pendidikan berpusat pada kurikulum menuju pendidikan berpusat pada siswa.
Dalam pendidikan berpusat pada siswa, tujuan belajar lebih berfokus pada upaya
bagaimana membantu para siswa melakaukan revolusi kognitif. Model pembelajaran
perubahan konseptual (Santyasa, 2004) merupakan alternatif strategi pencapaian tujuan
pembelajaran tersebut. Pembelajaran yang fokus pada proses pembelajaran adalah suatu
nilai utama pendekatan konstruktivstik.
Fokus yang kedua—transfer belajar, mendasarkan diri pada premis “siswa dapat
menggunakan dibandingkan hanya dapat mengingat apa yang dipelajari”. Satu nilai yang
dapat dipetik dari premis tersebut, bahwa meaningful learning harus diyakini memiliki
nilai yang lebih baik dibandingkan dengan rote learning, dan deep understanding lebih
baik dibandingkan senseless memorization. Konsep belajar bermakna sesungguhnya telah
dikenal sejak munculnya psikologi Gestal dengan salah satu pelopornya Wertheimer
(dalam Mayer, 1999). Sebagai tanda pemahaman mendalam adalah kemampuan
mentransfer apa yang dipelajari ke dalam situasi baru.
Fokus yang ketiga—bagimana belajar (how to learn) memiliki nilai yang lebih penting dibandingkan dengan apa yang dipelajari (what to learn). Alternatif pencapaian learning how to learn, adalah dengan memberdayakan keterampilan berpikir siswa. Dalam hal ini, diperlukan fasilitas belajar untuk ketarampilan berpikir. Belajar berbasis keterampilan berpikir merupakan dasar untuk mencapai tujuan belajar bagaimana belajar (Santyasa, 2003).
Desain pembelajaran yang konsisten dengan tujuan belajar yang disasar tersebut tentunya diupayakan pula untuk mencapai hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan. Paradigma tentang hasil belajar yang berasal dari tujuan belajar kekinian tersebut hendaknya bergeser dari no learning dan rote learning menuju constructivistic learning.
No learning, miskin dengan retensi, transfer, dan hasil belajar. Siswa tidak menyediakan perhatian terhadap informasi relevan yang diterimanya. Rote learning, hanya mampu mengingat informasi-informasi penting dari pelajaran, tetapi tidak bisa menampilkan unjuk kerja dalam menerapkan informasi tersebut dalam memecahkan masalah-masalah baru. Siswa hanya mampu menambah informasi dalam memori.
Constructivist learning dapat menampilkan unjuk kerja retensi dan transfer. Siswa mencoba membuat gagasan tentang informasi yang diterima, mencoba mengembangkan
model mental dengan mengaitkan hubungan sebab akibat, dan menggunakan proses-proses kognitif dalam belajar. Proses-proses kognitif utama meliputi penyediaan perhatian terhadap informasi-informasi yang relevan dengan selecting, mengorganisasi infromasi informasi tersebut dalam representasi yang koheren melalui proses organizing, dan mengintegrasikan representasi-representasi tersebut dengan pengetahuan yang telah ada di benaknya melalui proses integrating. Hasil-hasil belajar tersebut secara teoretik menjamin siswa untuk memperoleh keterampilan penerapan pengetahuan secara bermakna.

1.2 Peranan Guru dalam Pembelajaran

Menurut hasil forum Carnegie tentang pendidikan dan ekonomi (Arend et al.,2001), di abad informasi ini terdapat sejumlah kemampuan yang harus dimiliki oleh guru dalam pembelajaran. Kemampuan-kemampuan tersebut, adalah memiliki pemahaman yang baik tentang kerja baik fisik maupun sosial, memiliki rasa dan kemampuan mengumpulkan dan menganalisis data, memiliki kemampuan membantu pemahaman siswa, memiliki kemampuan mempercepat kreativitas sejati siswa, dan memiliki kemampuan kerja sama dengan orang lain. Para guru diharapkan dapat belajar sepanjang hayat seirama dengan pengetahuan yang mereka perlukan untuk mendukung pekerjaannya serta menghadapi tantangan dan kemajuan sains dan teknologi. Guru tidak diharuskan memiliki semua pengetahuan, tetapi hendaknya memiliki pengetahuan yang cukup sesuai dengan yang mereka perlukan, di mana memperolehnya, dan bagaimana memaknainya. Para guru diharapkan bertindak atas dasar berpikir yang mendalam, bertindak independen dan kolaboratif satu sama lain, dan siap menyumbangkan pertimbangan-pertimbangan kritis.
Para guru diharapkan menjadi masyarakat memiliki pengetahuan yang luas dan pemahaman yang mendalam. Di samping penguasaan materi, guru juga dituntut memiliki
keragaman model atau strategi pembelajaran, karena tidak ada satu model pembelajaran
yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan belajar dari topik-topik yang beragam.
Apabila konsep pembelajaran tersebut dipahami oleh para guru, maka upaya mendesain pembelajaran bukan menjadi beban, tetapi menjadi pekerjaan yang menantang.
Konsep pembelajaran tersebut meletakkan landasan yang meyakinkan bahwa peranan guru tidak lebih dari sebagai fasilitator, suatu posisi yang sesuai dengan pandangan
konstruktivistik. Tugas sebagai fasilitator relatif lebih berat dibandingkan hanya sebagai
transmiter pembelajaran. Guru sebagai fasilitator akan memiliki konsekuensi langsung
sebagai perancah, model, pelatih, dan pembimbing.
Di samping sebagai fasilitator, secara lebih spesifik peranan guru dalam pembelajaran adalah sebagai expert learners, sebagai manager, dan sebagai mediator.
Sebagai expert learners, guru diharapkan memiliki pemahaman mendalam tentang
materi pembelajaran, menyediakan waktu yang cukup untuk siswa, menyediakan masalah
dan alternatif solusi, memonitor proses belajar dan pembelajaran, merubah strategi ketika
siswa sulit mencapai tujuan, berusaha mencapai tujuan kognitif, metakognitif, afektif, dan
psikomotor siswa.
Sebagai manager, guru berkewajiban memonitor hasil belajar para siswa dan masalah-masalah yang dihadapi mereka, memonitor disiplin kelas dan hubungan interpersonal, dan memonitor ketepatan penggunaan waktu dalam menyelesaikan tugas.
Dalam hal ini, guru berperan sebagai expert teacher yang memberi keputusan mengenai
isi, menseleksi proses-proses kognitif untuk mengaktifkan pengetahuan awal dan
pengelompokan siswa.
Sebagai mediator, guru memandu mengetengahi antar siswa, membantu para siswa memformulasikan pertanyaan atau mengkonstruksi representasi visual dari suatu masalah, memandu para siswa mengembangkan sikap positif terhadap belajar, pemusatan perhatian, mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan awal, dan menjelaskan bagaimana mengaitkan gagasan-gagasan para siswa, pemodelan proses berpikir dengan menunjukkan kepada siswa ikut berpikir kritis.
Terkait dengan desain pembelajaran, peran guru adalah menciptakan dan memahami sintaks pembelajaran. Penciptaan sintaks pembelajaran yang berlandaskan pemahaman akan mempermudah implementasi pembelajaran oleh guru lain atau oleh siswa itu sendiri.
Sintaks pembelajaran adalah langkah-langkah operasional yang dijabarkan berdasarkan teori desain pembelajaran. Sintaks pembelajaran yang berlandaskan paham konstruktivistik acap kali mengalami adaptasi sesuai dengan kebutuhan. Hal ini menjadi
penting untuk menyempurnakan sintaks yang rekursif, fleksibel, dan dinamis.

1.3 Penggubahan Lingkungan dan Sumber Belajar
Salah satu asas pembelajaran yang harus dipahami adalah “membawa dunia siswa ke dunia guru dan menghantarkan dunia guru ke dunia siswa”. Tujuannya, adalah untuk
mengenali potensi siswa dan memberdayakan potensi tersebut sehingga melahirkan
pencerahan bagi siswa itu sendiri. Alternatif upaya pemberdayaan tersebut dapat dilakukan dengan penggubahan lingkungan dan sumber belajar.
Termasuk lingkungan belajar adalah sekolah, keluarga, masyarakat, pramuka, dan
media masa. Termasuk sumber belajar adalah guru, orang tua, teman dewasa, teman sebaya, bahan, alat, dan lingkungan itu sendiri. Sumber belajar ada yang dirancang khusus untuk pembelajaran (by design) dan ada pula yang bukan dirancang khusus untuk pembelajaran, tetapi dapat digunakan untuk keperluan pembelajaran (by utilization).
Oleh karena pembelajaran merupakan kegiatan rekayasa supaya terjadi peristiwa belajar, maka penggubahan lingkungan dan sumber belajar di sini adalah terkait dengan upaya guru memfasilitasi siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan dan sumber belajar tersebut. Upaya ini dilakukan baik pembelajaran harus terjadi di dalam kelas atau di luar kelas. Jika pembelajaran terjadi di kelas, sifat-sifat kelas yang cenderung multidimensi, keserentakan, kesegeraan, memunculkan kejadian yang tak dapat diramalkan harus dipahami oleh guru agar terjadi interaksi yang efektif dalam proses pembelajaran.
2. Model Pembelajaran

Gunter et al (1990:67) mendefinisikan an instructional model is a step-by-step procedure that leads to specific learning outcomes. Joyce & Weil (1980) mendefinisikan model pembelajaran sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. Dengan demikian, model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Jadi model pembelajaran cenderung preskriptif, yang relatif sulit dibedakan dengan strategi pembelajaran. An instructional strategy is a method for delivering instruction that is intended to help students achieve a learning objective (Burden & Byrd, 1999:85).
Selain memperhatikan rasional teoretik, tujuan, dan hasil yang ingin dicapai, model pembelajaran memiliki lima unsur dasar (Joyce & Weil (1980), yaitu
1. syntax, yaitu langkah-langkah operasional pembelajaran,
2. social system, adalah suasana dan norma yang berlaku dalam pembelajaran,
3. principles of reaction, menggambarkan bagaimana seharusnya guru memandang, memperlakukan, dan merespon siswa,
4. support system, segala sarana, bahan, alat, atau lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran, dan
5. instructional dan nurturant effects—hasil belajar yang diperoleh langsung berdasarkan tujuan yang disasar (instructional effects) dan hasil belajar di luar yang disasar (nurturant effects).
Berikut diberikan lima contoh model pembelajaran yang memiliki kecenderungan
berlandaskan paradigma konstruktivistik, yaitu: model reasoning and problem solving,
model inquiry training, model problem-based instruction, model pembelajaran perubahan
konseptual, dan model group investigation.

2.1 Model Reasoning and Problem Solving

Di abad pengetahuan ini, isu mengenai perubahan paradigma pendidikan telah gencar didengungkan, baik yang menyangkut content maupun pedagogy. Perubahan tersebut meliputi kurikulum, pembelajaran, dan asesmen yang komprehensif (Krulik & Rudnick, 1996). Perubahan tersebut merekomendasikan model reasoning and problem solving sebagai alternatif pembelajaran yang konstruktif. Rasionalnya, bahwa kemampuan reasoning and problem solving merupakan keterampilan utama yang harus dimiliki siswa ketika mereka meninggalkan kelas untuk memasuki dan melakukan aktivitas di dunia nyata.
Reasoning merupakan bagian berpikir yang berada di atas level memanggil (retensi), yang meliputi: basic thinking, critical thinking, dan creative thinking. Termasuk basic thinking adalah kemampuan memahami konsep. Kemampuan-kemapuan critical thinking adalah menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi aspek-aspek yang fokus pada masalah, mengumpulkan dan mengorganisasi informasi, memvalidasi dan menganalisis informasi, mengingat dan mengasosiasikan informasi yang dipelajari sebelumnya, menentukan jawaban yang rasional, melukiskan kesimpulan yang valid, dan melakukan analisis dan refleksi. Kemampuan-kemampuan creative thinking adalah menghasilkan produk orisinil, efektif, dan kompleks, inventif, pensintesis, pembangkit, dan penerap ide.
Problem adalah suatu situasi yang tak jelas jalan pemecahannya yang mengkonfrontasikan individu atau kelompok untuk menemukan jawaban dan problem solving adalah upaya individu atau kelompok untuk menemukan jawaban berdasarkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang telah dimiliki sebelumnya dalam rangka memenuhi tuntutan situasi yang tak lumrah tersebut (Krulik & Rudnick, 1996). Jadi aktivitas problem solving diawali dengan konfrontasi dan berakhir apabila sebuah jawaban telah diperoleh sesuai dengan kondisi masalah. Kemampuan pemecahan masalah dapat diwujudkan melalui kemampuan reasoning.
Model reasoning and problem solving dalam pembelajaran memiliki lima langkah
pembelajaran (Krulik & Rudnick, 1996), yaitu:
1. membaca dan berpikir (mengidentifikasi fakta dan masalah, memvisualisasikan situasi, mendeskripsikan seting pemecahan,
2. mengeksplorasi dan merencanakan (pengorganisasian informasi, melukiskan diagram pemecahan, membuat tabel, grafik, atau gambar),
3. menseleksi strategi (menetapkan pola, menguji pola, simulasi atau eksperimen, reduksi atau ekspansi, deduksi logis, menulis persamaan),
4. menemukan jawaban (mengestimasi, menggunakan keterampilan komputasi,aljabar, dan geometri),
5. refleksi dan perluasan (mengoreksi jawaban, menemukan alternatif pemecahan lain, memperluas konsep dan generalisasi, mendiskusikan pemecahan, memformulasikan masalah-masalah variatif yang orisinil).
Sistem sosial yang berkembang adalah minimnya peran guru sebagai transmiter pengetahuan, demokratis, guru dan siswa memiliki status yang sama yaitu menghadapi masalah, interaksi dilandasi oleh kesepakatan.
Prinsip reaksi yang dikembangkan adalah guru lebih berperan sebagai konselor, konsultan, sumber kritik yang konstruktif, fasilitator, pemikir tingkat tinggi. Peran tersebut ditampilkan utamanya dalam proses siswa melakukan aktivitas pemecahan masalah. Sarana pembelajaran yang diperlukan adalah berupa materi konfrontatif yang mampu membangkitkan proses berpikir dasar, kritis, kreatif, berpikir tingkat tinggi, dan strategi pemecahan masalah non rutin, dan masalah-masalah non rutin yang menantang siswa untuk melakukan upaya reasoning dan problem solving.
Sebagai dampak pembelajaran dalam model ini adalah pemahaman, keterampilan berpikir kritis dan kreatif, kemampuan pemecahan masalah, kemampuan komunikasi, keterampilan mengunakan pengetahuan secara bermakna. Sedangkan dampak pengiringnya adalah hakikat tentatif krilmuan, keterampilan proses keilmuan, otonomi dan kebebasan siswa, toleransi terhadap ketidakpastian dan masalah-masalah non rutin.

2.2 Model Inquiry Training

Untuk model ini, terdapat tiga prinsip kunci, yaitu pengetahuan bersifat tentatif, manusia memiliki sifat ingin tahu yang alamiah, dan manusia mengembangkan indivuality secara mandiri. Prinsip pertama menghendaki proses penelitian secara berkelanjutan, prinsip kedua mengindikasikan pentingkan siswa melakukan eksplorasi, dan yang ketiga—
kemandirian, akan bermuara pada pengenalan jati diri dan sikap ilmiah.
Model inquiry training memiliki lima langkah pembelajaran (Joyce & Weil, 1980), yaitu:
1. menghadapkan masalah (menjelaskan prosedur penelitian, menyajikan situasi yang saling bertentangan),
2. menemukan masalah (memeriksa hakikat obyek dan kondisi yang dihadapi, memeriksa tampilnya masalah),
3. mengkaji data dan eksperimentasi (mengisolasi variabel yang sesuai, merumuskan hipotesis),
4. mengorganisasikan,merumuskan, dan menjelaskan, dan
5. menganalisis proses penelitian untuk memperoleh prosedur yang lebih efektif.
Sistem sosial yang mendukung adalah kerjasama, kebebasan intelektual, dan kesamaan derajat. Dalam proses kerjasama, interaksi siswa harus didorong dan digalakkan.
Lingkungan intelektual ditandai oleh sifat terbuka terhadap berbagai ide yang relevan.
Partisipasi guru dan siswa dalam pembelajaran dilandasi oleh paradigma persamaan derajat dalam mengakomodasikan segala ide yang berkembang.
Prinsip-prinsip reaksi yang harus dikembangkan adalah: pengajuan pertanyaan yang jelas dan lugas, menyediakan kesempatan kepada siswa untuk memperbaiki pertanyaan, menunjukkan butir-butir yang kurang sahih, menyediakan bimbingan tentang teori yang digunakan, menyediakan suasana kebebasan intelektual, menyediakan dorongan dan dukungan atas interaksi, hasil eksplorasi,formulasi, dan generalisasi siswa. Sarana pembelajaran yang diperlukan adalah berupa materi konfrontatif yang mampu membangkitkan proses intelektual, strategi penelitian, dan masalah yang menantang siswa untuk melakukan penelitian.
Sebagai dampak pembelajaran dalam model ini adalah strategi penelitian dan semangat kreatif. Sedangkan dampak pengiringnya adalah hakikat tentatif krilmuan, keterampilan proses keilmuan, otonomi siswa, toleransi terhadap ketidakpastian dan masalah-masalah non rutin.

2.3 Model Problem-Based Instruction

Problem-based instruction adalah model pembelajaran yang berlandaskan paham
konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan
masalah otentik (Arends et al., 2001). Dalam pemrolehan informasi dan pengembangan
pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkonstruksi kerangka masalah, mengorganisasikan dan menginvestigasi masalah, mengumpulkan danmenganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi argumentasi mengenai pemecahan
masalah, bekerja secara individual atau kolaborasi dalam pemecahan masalah.
Model problem-based instruction memiliki lima langkah pembelajaran (Arend et al., 2001), yaitu:
1. Guru mendefisikan atau mempresentasikan masalah atau isu yang
berkaitan (masalah bisa untuk satu unit pelajaran atau lebih, bisa untuk pertemuan satu, dua, atau tiga minggu, bisa berasal dari hasil seleksi guru atau dari eksplorasi siswa),
2. Guru membantu siswa mengklarifikasi masalah dan menentukan bagaimana masalah itu diinvestigasi (investigasi melibatkan sumber-sumber belajar, informasi, dan data yang variatif, melakukan surve dan pengukuran),
3. Guru membantu siswa menciptakan makna terkait dengan hasil pemecahan masalah yang akan dilaporkan (bagaimana mereka memecahkan masalah dan apa rasionalnya),
4. Pengorganisasian laporan (makalah, laporan lisan, model, program komputer, dan lain-lain),
5. Presentasi (dalam kelas melibatkan semua siswa, guru, bila perlu melibatkan administator dan anggota masyarakat).

Sistem sosial yang mendukung model ini adalah: kedekatan guru dengan siswa dalam proses teacher-asisted instruction, minimnya peran guru sebagai transmiter pengetahuan, interaksi sosial yang efektif, latihan investigasi masalah kompleks. Prinsip reaksi yang dapat dikembangkan adalah: peranan guru sebagai pembimbing dan negosiator. Peran peran tersebut dapat ditampilkan secara lisan selama proses pendefinisian dan pengklarifikasian masalah. Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah: lembaran kerja siswa, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk siswa dan untuk guru, artikel, jurnal, kliping, peralatan demonstrasi atau eksperimen yang sesuai, model analogi, meja dan korsi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas yang sudah ditata untuk itu.
Dampak pembelajaran adalah pemahaman tentang kaitan pengetahuan dengan dunia nyata, dan bagaimana menggunakan pengetahuan dalam pemecahan masalah kompleks. Dampak pengiringnya adalah mempercepat pengembangan self-regulated learning, menciptakan lingkungan kelas yang demokratis, dan efektif dalam mengatasi keragaman siswa.

2.4 Model Pembelajaran Perubahan Konseptual

Pengetahuan yang telah dimiliki oleh seseorang sesungguhnya berasal dari pengetahuan yang secara spontan diperoleh dari interaksinya dengan lingkungan. Sementara pengetahuan baru dapat bersumber dari intervensi di sekolah yang keduanya bisa konflik, kongruen, atau masing-masing berdiri sendiri. Dalam kondisi konflik kognitif, siswa dihadapkan pada tiga pilihan, yaitu:
1. mempertahankan intuisinya semula,
2. merevisi sebagian intuisinya melalui proses asimilasi, dan
3. merubah pandangannya yang bersifat intuisi tersebut dan mengakomodasikan pengetahuan baru.
Perubahan konseptual terjadi ketika siswa memutuskan pada pilihan yang ketiga. Agar
terjadi proses perubahan konseptual, belajar melibatkan pembangkitan dan restrukturisasi
konsepsi-konsepsi yang dibawa oleh siswa sebelum pembelajaran (Brook & Brook, 1993).
Ini berarti bahwa mengajar bukan melakukan transmisi pengetahuan tetapi memfasilitasi
dan memediasi agar terjadi proses negosiasi makna menuju pada proses perubahan
konseptual (Hynd, et al,. 1994). Proses negosiasi makna tidak hanya terjadi atas aktivitas individu secara perorangan, tetapi juga muncul dari interaksi individu dengan orang lain
melalui peer mediated instruction. Costa (1999:27) menyatakan meaning making is not
just an individual operation, the individual interacts with others to construct shared
knowledge.
Model pembelajaran perubahan konseptual memiliki enam langkah pembelajaran
(Santyasa, 2004), yaitu:
1. Sajian masalah konseptual dan kontekstual,
2. Konfrontasi miskonsepsi terkait dengan masalah-masalah tersebut,
3. Konfrontasi sangkalan berikut strategi-strategi demonstrasi, analogi, atau contoh-contoh tandingan,
4. Konfrontasi pembuktian konsep dan prinsip secara ilmiah,
5. Konfrontasi materi dan contoh-contoh kontekstual,
6. konfrontasi pertanyaan-pertanyaan untuk memperluas pemahaman dan penerapan pengetahuan secara bermakna.
Sistem sosial yang mendukung model ini adalah: kedekatan guru sebagai teman belajar siswa, minimnya peran guru sebagai transmiter pengetahuan, interaksi sosial yang efektif, latihan menjalani learning to be.
Prinsip reaksi yang dapat dikembangkan adalah: peranan guru sebagai fasilitator, negosiator, konfrontator. Peran-peran tersebut dapat ditampilkan secara lisan atau tertulis
melalui pertanyaan-pertanyaan resitasi dan konstruksi. Pertanyaan resitasi bertujuan
memberi peluang kepada siswa memangil pengetahuan yang telah dimiliki dan pertanyaan konstruksi bertujuan memfasilitasi, menegosiasi, dan mengkonfrontasi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan baru.
Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah: lembaran kerja siswa, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk siswa dan untuk guru, peralatan demonstrasi atau eksperimen yang sesuai, model analogi, meja dan korsi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas yang sudah ditata untuk itu.
Dampak pembelajaran dari model ini adalah: sikap positif terhadap belajar, pemahaman secara mendalam, keterampilan penerapan pengetahuan yang variatif. Dampak pengiringnya adalah: pengenalan jati diri, kebiasaan belajar dengan bekerja, perubahan
paradigma, kebebasan, penumbuhan kecerdasan inter dan intrapersonal .

2.5 Model Group Investigation

Ide model pembelajaran geroup investigation bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau teman. Pada tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah buku Democracy and Education (Arends, 1998). Dalam buku itu, Dewey menggagas konsep pendidikan, bahwa kelas seharusnya merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata.
Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan (Jacob, et al., 1996), adalah:
1. Siswa hendaknya aktif, learning by doing;
2. Belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik;
3. Pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat tetap;
4. Kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa;
5. Pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting;
6. Kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata.
Gagasan-gagasan Dewey akhirnya diwujudkan dalam model group-investigation
yang kemudian dikembangkan oleh Herbert Thelen. Thelen menyatakan bahwa kelas
hendaknya merupakan miniatur demokrasi yang bertujuan mengkaji masalah-masalah
sosial antar pribadi (Arends, 1998). Model group-investigation memiliki enam langkah
pembelajaran (Slavin, 1995), yaitu:
1. Grouping (menetapkan jumlah anggota kelompok, menentukan sumber, memilih topik, merumuskan permasalahan),
2. Planning (menetapkan apa yang akan dipelajari, bagaimana mempelajari, siapa melakukan apa, apa tujuannya),
3. Investigation (saling tukar informasi dan ide, berdiskusi, klarifikasi,
mengumpulkan informasi, menganalisis data, membuat inferensi),
4. Organizing (anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi laporan, penentuan penyaji, moderator, dan notulis),
5. Presenting (salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati, mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan), dan
6. Evaluating (masing-masing siswa melakukan koreksi terhadap laporan masing-masing berdasarkan hasil diskusi kelas, siswa dan guru berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan, melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada pencapaian pemahaman.
Sistem sosial yang berkembang adalah minimnya arahan guru, demokratis, guru dan siswa memiliki status yang sama yaitu menghadapi masalah, interaksi dilandasi oleh kesepakatan. Prinsip reaksi yang dikembangkan adalah guru lebih berperan sebagai konselor, konsultan, sumber kritik yang konstruktif. Peran tersebut ditampilkan dalam proses pemecahan masalah, pengelolaan kelas, dan pemaknaan perseorangan. Peranan guru terkait dengan proses pemecahan masalah berkenaan dengan kemampuan meneliti apa hakikat dan fokus masalah. Pengelolaan ditampilkan berkenaan dengan kiat menentukan informasi yang diperlukan dan pengorganisasian kelompok untuk memperoleh informasi tersebut.
Pemaknaan perseorangan berkenaan dengan inferensi yang diorganisasi oleh kelompok
dan bagaimana membedakan kemampuan perseorangan.
Sarana pendukung model pembelajaran ini adalah: lembaran kerja siswa, bahan ajar, panduan bahan ajar untuk siswa dan untuk guru, peralatan penelitian yang sesuai, meja dan korsi yang mudah dimobilisasi atau ruangan kelas yang sudah ditata untuk itu.
Sebagai dampak pembelajaran adalah pandangan konstruktivistik tentang pengetahuan, penelitian yang berdisiplin, proses pembelajaran yang efektif, pemahaman yang mendalam. Sebagai dampak pengiring pembelajaran adalah hormat terhadap HAM dan komitmen dalam bernegara, kebebasan sebagai siswa, penumbuhan aspek sosial, interpersonal, dan intrapersonal.

3 Kesimpulan

Perencanaan pembelajaran sangat penting untuk membantu guru dan siswa dalam mengkreasi , menata, dan mengorganisasi pembelajaran sehingga memungkinkan peristiwa belajar terjadi dalam rangka mencapai tujuan belajar.
Model pembelajaran sangat diperlukan untuk memandu proses belajar secara efektif. Model pembelajaran yang efektif adalah model pembelajaran yang memiliki landasan teoretik yang humanistik, lentur, adaptif, berorientasi kekinian, memiliki sintak pembelajaran yang sedehana, mudah dilakukan, dapat mencapai tujuan dan hasil belajar yang disasar.
Model pembelajaran yang dapat diterapkan pada bidang studi hendaknya dikemas koheren dengan hakikat pendidikan bidang studi tersebut. Namun, secara filosofis tujuan pembelajaran adalah untuk memfasilitasi siswa dalam penumbuhan dan pengembangan kesadaran belajar, sehingga mampu melakukan olah pikir, rasa, dan raga dalam memecahkan masalah kehidupan di dunia nyata. Model-model pembelajaran yang dapat mengakomodasikan tujuan tersebut adalah yang berlandaskan pada paradigma konstruktivistik sebagai paradigma alternatif.
Model problem solving and reasoning, model inquiry training, model problembased
instruction, model conceptual change instruction, model group investigation, dan masih banyak lagi model-model yang lain yang berlandaskan paradigma konstruktivistik, adalah model-model pembelajaran alternatif yang sesuai dengan hakikat pembelajaran humanis populis.

Belajar Sukses !

Belajar Sukses!
BELAJAR. Mendengar kata ini saja sebagian orang sudah merasa ”alergi”. Yang terbayang dibenak adalah setumpuk buku tebal yang membosankan. Banyak orang juga beranggapan bahwa mereka sudah lama lulus dari sekolah, jadi untuk apa belajar. Orang-orang tersebut berpikir demikian karena mereka tidak melihat ataupun belum menikmati manfaat dahsyat dari kegiatan ”belajar”.

Dalam berbisnis, belajar sudah menjadi keharusan. Tanpa belajar, pelaku bisnis dapat dipastikan akan jauh tertinggal dan tersingkir dari persaingan, karena belajar menumbuhkan inovasi, dan inovasi melahirkan perubahan positif yang diperlukan dalam berbisnis. Belajar pun harus dilakukan dengan cepat, bahkan jika mungkin, harus lebih cepat dari pesaing, dan dari perubahan yang terjadi. Jadi, untuk sukses di bidang apa pun yang kita tekuni, kita harus ”BELAJAR”. Belajar yang bagaimana yang bisa membawa sukses? Simak belajar untuk sukses berikut.

Manfaat Belajar
Menurut D.A Benton yang telah mensurvei para CEO (Chief Executives Officers) dari berbagai bidang industri, belajar merupakan salah satu kebiasaan penting para CEO sukses. Pemimpin perusahaan yang efektif senantiasa mengembangkan diri dengan belajar, karena mereka banyak mendapatkan manfaat dari kebiasaan sukses ini.
Orang penting. Dengan banyak ”belajar” kita menjadi orang yang memiliki banyak pengetahuan. Orang sekitar kita pun akan melihat dan merasakan ”aset” pengetahuan yang kita miliki, sehingga mereka akan datang kepada kita untuk mendapatkan ”solusi” yang mereka cari. Dengan demikian, kita bisa menjadi orang yang diperlukan oleh orang-orang sekitar kita, karena dianggap dapat memberikan manfaat, solusi bagi mereka. Alhasil, kemungkinan besar kita tidak akan tersingkir dari persaingan di tempat kerja. Sebaliknya, pengetahuan kita yang terus bertambah tersebut akan bisa membuka kesempatan besar untuk melaju dalam karier, ataupun dalam persaingan bisnis.
Misalnya: Rini, yang memiliki banyak pengetahuan dan keterampilan, senantiasa menjadi andalan teman-teman, bahkan atasannya sebagai ”narasumber” dalam membantu mereka mengatasi berbagai masalah. Rini, yang memiliki pengetahuan bahasa Inggris paling baik di antara teman-temannya, dan pengetahuan yang luas dalam bidang pemasaran dan keuangan, selalu saja dimintai pendapat dalam membuat surat dan proposal bisnis penting untuk mitra asing, ataupun dalam menyiapkan presentasi bisnis dan negosiasi dengan calon pembeli. Atasan Rini pun selalu membawa Rini dalam pertemuan dengan mitra bisnis asing, ataupun dalam menghadiri pertemuan-pertemuan bisnis di luar negeri.
Keputusan berkualitas. Pengetahuan dan keterampilan yang kita dapatkan dari kebiasaan belajar, bisa menjadi alat ampuh dalam membantu kita mengambil keputusan yang berkualitas. Dengan kemampuan yang selalu disempurnakan, kita menjadi lebih bijak dalam melihat suatu permasalahan, karena bisa melihat permasalahan dari sudut pandang yang lebih luas. Hal ini membantu kita untuk menghasilkan alternatif solusi yang lebih beragam, dan lebih tajam karena didukung dengan pengetahuan dan keterampilan yang lebih kaya.
Misalnya: Toto, yang memiliki minat besar dalam bidang e-learning, beberapa bulan terakhir ini banyak membaca berbagai literatur di bidang pembelajaran elektronik. Ketika perusahaan IT tempat ia bekerja kemudian mengembangkan bisnis ke arah e-learning, ia diberi kepercayaan untuk pembuatan proposal pengembangan bisnis di bidang e-learning. Ditunjang dengan pendidikannya di bidang keuangan, keterampilan di bidang teknologi informasi, dan pengetahuan yang baru saja dipupuknya di bidang e-learning, Toto berhasil menyusun berbagai keputusan bisnis yang lebih berkualitas dan dengan derajat keyakinan sukses yang lebih tinggi.
Master of change. Pembelajaran senantiasa membawa perubahan, karena pengetahuan dan keterampilan yang baru, seseorang memiliki kemampuan untuk melakukan perubahan. Di dunia bisnis yang diwarnai dengan perubahan yang cepat. Para pelakunya harus senantiasa menelurkan perubahan. Jika pelaku bisnis tidak berubah, maka mereka akan dilibas oleh perubahan tersebut. Sebaliknya, dengan senantiasa melakukan pembelajaran yang berkesinambungan, pelaku bisnis bisa menjadi pihak yang mengendalikan perubahan (master of change), bukan pihak yang menjadi korban perubahan.
Misalnya: Untuk memasuki bisnis teknologi tinggi yang penuh perubahan, pemain baru di industri ini haruslah menawarkan sesuatu yang baru agar bisa tampil sebagai pemenang. Inilah yang dilakukan oleh Michael Dell, pebisnis yang pada saat itu masih sangat muda. Pengetahuannya yang kuat di bidang perakitan komputer, serta kebiasaan belajarnya yang diperoleh dengan senantiasa mengamati perubahan yang terjadi di industri yang ditekuni, mendorong pemuda ini untuk berani tampil melibas pemain lama di dunia perakitan komputer. Cara baru yang cepat, unik, dan cerdas di tawarkan pada pelanggan, yaitu kesempatan untuk merakit komputer sesuai dengan kebutuhan sendiri, dengan harga yang relatif lebih murah, dan pengiriman yang lebih cepat.

Apa Yang Dipelajari
Okay. Sekarang kita sudah yakin bahwa belajar itu dapat mendatangkan banyak manfaat. Tapi, apa sih sebenarnya yang harus kita pelajari?
Yang diperlukan. Prioritas utama dalam pembelajaran tentunya adalah pembelajaran seputar topik-topik yang bisa langsung diperlukan untuk menunjang pekerjaan kita. Jika kita bergerak di bidang IT solution, tentunya kita harus banyak melahap literatur (buku, artikel, majalah) yang berhubungan dengan teknologi informasi. Kita juga bisa belajar dengan mengamati sepak terjang tokoh-tokoh bisnis IT ataupun perusahaan IT yang telah sukses di bidang masing-masing. Jika kita bergerak di bidang SDM, pastilah topik-topik pengembangan sumber daya manusia, dan pelatihan-pelatihan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia menjadi topik-topik utama yang perlu kita gali.
Yang menunjang. Selain mempelajari pengetahuan dan keterampilan yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan yang kita tekuni, kita juga bisa mempelajari pengetahuan dan keterampilan penunjang, yaitu yang bisa memberi nilai tambah bagi kualitas pekerjaan kita. Pengetahuan dan keterampilan bernegosiasi, berkomunikasi dengan efektif, menyusun anggaran, mengendalikan dan memimpin orang lain, project management, serta menyusun anggaran sudah pasti dapat membantu kita dalam menjalankan pekerjaan kita dengan lebih baik.
Yang disenangi. Pengetahuan dan keterampilan yang langsung terkait ataupun yang tidak langsung dapat menunjang pekerjaan kita memang sangat diperlukan. Tapi, yang juga kita perlukan adalah pengetahuan dan keterampilan yang dapat memberi kesenangan dan kenikmatan bagi kita. Biasanya pengetahuan dan keterampilan ini berkaitan dengan minat dan hobi kita. Jika kita adalah seorang akuntan, tapi memiliki minat besar di bidang otomotif, kita bisa saja melahap bahan bacaan, melakukan observasi tentang dunia otomotif. Jika, ternyata kita mendapat kesempatan untuk mengaudit sebuah perusahaan otomotif, kita sudah memiliki latar belakang kegiatan otomotif yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan kita. Jadi, galilah dan pupuk minat kita walaupun sepertinya tidak terlalu berhubungan dengan pekerjaan kita saat ini.
Yang meningkatkan kualitas watak. Yang juga perlu diingat dalam mencari hal-hal yang harus dipelajari, adalah tidak sekedar pengetahuan dan keterampilan ”teknis” semata. Yang lebih penting adalah melakukan pembelajaran dalam hal-hal yang dapat meningkatkan kualitas watak, misalnya: belajarlah juga bagaimana mengembangkan integritas, kejujuran, disipilin, keyakinan sukses, kepemimpinan dan komitmen. Semua ini bisa kita gali melalui pengamatan terhadap atasan, bawahan, teman sejawat, ataupun tokoh sukses di sekitar kita. Sumber lain yang juga sangat kaya akan hal-hal yang dapat meningkatkan kualitas watak adalah buku-buku biografi orang-orang terkenal.


Prinsip Belajar
Lalu, prinsip apa yang dapat kita terapkan dalam melakukan pembelajaran yang berkelanjutan? Ada dua prinsip yang harus kita perhatikan, yaitu:
Komitmen. Douglas Brown, seorang pakar bahasa, mengatakan bahwa jika ingin belajar dengan sukses, prinsip utamanya adalah komitmen, yaitu: komitmen secara fisik, mental, dan emosional. Prinsip ini tidak hanya berlaku bagi pembelajaran di bidang bahasa, melainkan juga di bidang-bidang lain. Menurut Brown, agar belajar memberikan hasil yang maksimal, seorang pembelajar perlu secara fisik memberikan komitmennya dalam belajar, misalnya dengan menyediakan waktu khusus untuk belajar, terlibat secara fisik dalam mencari bahan-bahan yang harus dipelajari, ataupun mencatat hal-hal penting yang ditemui dalam belajar. Komitmen secara mental juga diperlukan, yaitu dengan memproses informasi yang didapatkan (bukan sekedar mendengar informasi selintas, dari kuping kiri ke kuping kanan, atau membaca selintas tanpa menyimak). Komitmen secara mental bisa dilakukan misalnya dengan mengaitkan informasi yang baru diterima, dengan pengalaman kita, dan mencari cara ataupun kesempatan untuk menerapkan informasi baru ini untuk meningkatkan kualitas pekerjaan, kegiatan, dan kehidupan kita. Sedangkan komitmen secara emosional melibatkan upaya untuk ”menyukai” apa yang kita pelajari. Tanpa rasa ”senang” akan sulit bertahan dalam belajar, terutama jika kita menghadapi bagian-bagian yang sulit untuk dicerna. Kesenangan akan topik yang dipelajari akan tumbuh jika kita bisa mencari dan menggali manfaat dari topik yang dipelajari tersebut, atau jika kita memiliki minat yang tinggi terhadap topik tersebut.
Praktik. Prinsip lainnya adalah praktik. Mempraktikkan pengetahuan dan keterampilan yang baru dipelajari akan memberikan manfaat optimal bagi peningkatan kualitas hidup kita. Tanpa praktik, lama-kelamaan pengetahuan dan keterampilan tersebut akan menjadi usang. Seperti halnya belajar mengendarai mobil. Jika kita hanya ”membaca” dan ”memahami” petunjuk dalam mengendarai mobil, tanpa ada usaha untuk mencoba ”menjalankan” mobil tersebut, maka pengetahuan ini akan sia-sia, kita tidak akan bisa mengendarai mobil. Kita harus mau mencoba turun ke jalan. Pada mulanya pasti banyak hambatan, tapi dengan berjalannya waktu, dan keinginan untuk belajar dari tiap kesalahan yang kita lakukan, kita akan semakin mahir dalam mengendarai mobil. Jadi, pengetahuan dan keterampilan yang baru dipelajari, agar dapat memberikan manfaat yang optimal, perlu ”DIPRAKTIKKAN”.

Strategi Belajar Sukses
Setelah mengetahui manfaat belajar, apa yang harus dipelajari, dan prinsip yang bisa diterapkan untuk belajar, kita juga perlu mengetahui strategi belajar yang dapat memberikan hasil yang optimal. Banyak strategi belajar yang bisa kita pilih untuk diterapkan. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
Belajar Efisien. Survei yang dilakukan terhadap orang-orang yang sudah mencapai posisi puncak membuktikan bahwa mereka memiliki kebiasaan ”belajar”. Pertanyaan selanjutnya: Bagaimana mereka bisa memiliki waktu belajar di tengah kesibukan mereka? Ternyata mereka bisa belajar kapan saja, dimana saja, dan dari siapa saja. Selain dari membaca buku, majalah dan surat kabar di rumah, mereka juga bisa memanfaatkan waktu menunggu, waktu makan siang, waktu di jalan (berkendaraan, maupun dalam penerbangan dan perjalanan dengan kereta api) untuk menambah ilmu.
Selain membaca, mereka juga memanfaatkan waktu mereka untuk melakukan observasi lapangan berbagai hal yang terjadi sekitar mereka. Cara lain yang mereka terapkan adalah mendengarkan informasi berbentuk ”audio” (kaset, CD) dalam perjalanan atau dalam melakukan pekerjaan lain. Mereka juga menyerap informasi penting dan menarik dari diskusi dengan sesama profesional, atasan, bawahan, pelanggan, guru, pelatih, dan juga dari pesaing. Mereka juga sering menyempatkan diri untuk menghadiri seminar, workshop, ataupun pelatihan singkat, ataupun menyempatkan waktu untuk meningkatkan diri melalui sarana elektronik (misalnya: anggota beberapa mailing list, memanfaatkan fasilitas e-learning).
Belajar Efektif. Seperti juga kepribadian, setiap orang memiliki gaya belajar yang berbeda. Ada yang lebih mudah belajar melalui audio. Ada yang lebih dapat menyerap informasi yang berupa tampilan secara visual. Ada juga yang lebih mudah menyerap informasi melalui gerakan. Selain gaya belajar yang dihubungkan dengan indera, gaya belajar juga bisa dihubungkan dengan waktu. Sebagian orang lebih mudah belajar di pagi atau siang hari. Sedangkan sebagian lagi lebih mudah belajar di malam hari. Yang penting adalah mengenali gaya belajar kita. Setelah itu kita bisa menyusun strategi belajar yang disesuaikan dengan gaya belajar kita.
Misalnya, jika kita lebih mudah belajar di malam hari dan kita cenderung lebih efektif menyerap informasi dalam bentuk visual, maka strategi belajar kita adalah belajar hal-hal yang serius di malam hari dengan menggunakan input visual ataupun memvisualisasikan informasi yang kita terima (misalnya, kita bisa menggambarkan informasi yang kita baca dengan diagram, simbol-simbol, flowchart, grafik, yang dapat mempermudah pemahaman kita akan informasi yang akan kita serap).
Belajar Bijak. Pengalaman (terutama kegagalan, kesuksesan, kesalahan) adalah guru yang terbaik. Jadi, jangan pernah melewatkan kesuksesan yang kita raih, kegagalan yang kita alami, dan kesalahan yang kita lakukan tanpa memetik pengalaman dari hal-hal tersebut. Tetapi waktu kita untuk belajar dari pengalaman sangat terbatas. Kita tidak akan bisa memanfaatkan semua waktu yang kita dapatkan untuk mempelajari semua yang kita perlukan. Untuk itu, kita perlu belajar cerdas dan bijak. Yang bisa kita lakukan antara lain adalah belajar tidak hanya dari pengalaman kita sendiri, terutama adalah belajar dari pengalaman orang lain. Banyak cara yang bisa dilakukan, antara lain adalah membaca biografi orang-orang sukses. Dari artikel, buku biografi setebal puluhan sampai ratusan halaman, kita bisa memetik pengalaman berpuluh-puluh tahun dari orang-orang yang riwayat hidupnya dibukukan. Cara lain adalah membaca hasil survei di bidang-bidang yang kita minati. Hasil survei memetakan data dan informasi yang diekstraksi secara profesional dari pengalaman orang lain juga. Cara yang lebih mudah adalah ”bertanya” pada orang-orang yang kita anggap lebih berpengalaman dari kita dalam bidang-bidang yang kurang kita kuasai. Dengan belajar dari orang lain, kita bisa melipatgandakan pengetahuan yang kita dapatkan (yaitu pengetahuan dari pengalaman kita sendiri ditambah dengan pengetahuan dari orang-orang lain).
Di dunia yang bergerak cepat, banyak perubahan terjadi. Untuk mengendalikan perubahan ini, kita perlu belajar. Tanpa belajar, kita tidak bisa mengejar perubahan tersebut. Dengan belajar pun, jika tidak dilakukan dengan kecepatan yang sesuai dengan kecepatan perubahan tersebut, belum tentu juga kita dapat bertahan. Jadi, belajar sudah merupakan suatu keharusan, tetapi yang lebih diperlukan adalah belajar untuk sukses, yaitu belajar dengan menerapkan strategi belajar efesien, efektif dan bijak. Selamat belajar!

TEKNOLOGI PERKANTORAN

A. Pengertian teknologi perkantoran.
Teknologi perkantoran adalah bagaimana proses mencatat, menghimpun, mengolah, memperbanyak, mengirim dan menyimpan bahan-bahan keterangan secara efisien dengan menggunakan mesin-mesin. Oleh karena itu perlu sekali mengenal tentang jenis mesin untuk keenam macam kegiatan itu dan bagaimana cara menggunkannya. Untuk dapat menggunakannya dengan baik perlu mengetahui ciri-ciri tiap-tiap mesin, cara kerjanya, bagian-bagiannya dan cara-cara pemeliharaannya.
B. Macam-macam mesin kantor
1. Dilihat dari tenaga penggeraknya, yaitu:
• Mesin manual ialah mesin-mesin yang digerakkan oleh tenaga manusia.
• Mesin listrik (elektrik) ialah mesin-mesin yang digerakkan dengan tenaga listrik atau baterai.
2. Dilihat dari cara kerja dan komponen mesinnya:
• Mesin mekanik yaitu mesin-mesin yang rangkaian komponennya tampak bergerak dalam operasinya.
• Mesin elektronik yaitu mesin-mesin dengan rangkaian komponen elektronik, berupa kabel-kabel.
3. Dilihat dari fungsinya dalam berbagai pekerjaan kantor, yaitu:
• Mesin-mesin untuk mencatat bahan keterangan diantaranya;
o Mesin tulis
o Mesin dikte
o Mesin penomor
o Asahan pensil
 Mesin-mesin untuk menghimpun bahan keterangan;
 Pembuka surat
 Mesin penjilid
 Hechtmachine
 Pemotong kertas
 Pencatat uang kas
 Mesin-mesin untuk mengolah bahan keterangan;
 Mesin jumlah
 Mesin hitung
 Komputer
 Mesin-mesin untuk memperbanyak bahan keterangan;
 Mesin stensil
 Mesin stencil spirtus
 Mesin fotocopi
 Mesin perekam sheet
 Mesin offset
 Berbagai mesin cetak
 Mesin-mesin untuk mengirmkan bahan keterangan;
o Telepon dan interphone
o Teleprinter
o Facsimile

 Mesin-mesin untuk menyimpan bahan keterangan;
 Mikrofilm
 Penghancur kertas
 Pelubang kertas/kartu

C. Pengaruh perkembangan teknologi perkantoran
Perkembangan teknologi perkantoran mempunyai pengaruh yang positif terhadap ketenagakerjaan, prosedur kerja dan hasil kerja perkantoran itu sendiri disamping dampak negatifnya.
Manfaat terhadap ketenagakerjaan yaitu:
• Peningkatan mutu tenaga kerja
• Menigkatkan kegairahan dan kedisiplinan kerja
• Meningkatkan penghasilan bagi tenaga kerja
• Meringankan tenagadan pikiran pegawai
Manfaat terhadap prosedur kerja yaitu:
• Mempercepat penyelesaian pekerjaan
• Menyederhanakan prosedur kerja atau memperpendek mata rantai penylesaian pekerjaan.
• Memperlancar pekerjaan
• Mempermudah penyelesaian pekerjaan
Manfaat terhadap hasil kerja yaitu:
• Meningkatkan mutu hasil pekerjaan kantor
• Mempertinggi jumlah hasil pekerjaan
• Memenuhi standar mutu tertentu
• Memperoleh keseragaman bentuk, ukuran dan jenis hasil pekerjaan kantor.
Dampak negatif perkembangan teknologi perkantoran pada umumnya dirasakan sekali terutama yang menyngkut ketenagkerjaan dan penambahan biaya sebagai berikut:
• Mengurangi pengguanaan tenaga kerja dan berakibat menambah pengangguran.
• Kesulitan untuk mencari tenaga kerja yang memiliki tingkat ketrmpilan tertentu.
• Menimbulkan rasa ketergantungan kepada mesin yang sulit akan menimbulkan pemborosan.
• Dapat menimbulkan suara gaduh sehingga mengganggu pegawai lainnya.
• Penggunaan mesin tertentu dapat memerlukan sarana penunjang lainnya yang memerlukan biaya.





BAB II
MESIN TULIS MANUAL
Mesin tulis manual yaitu mesin tulis biasa yang dijumpai sehari-hari pada tiap kantor yang dapat dipergunakan untuk:
• Mengetik berbagai macam surat
• Mengetik naskah atau teks
• Mengetik tabel/daftar dan sheet stensil
• Mengetik pekerjaan-pekerjaan kecil seperti kuitansi, faktur, weselpos, kartupos dll.
Ciri-ciri mesin tulis manual yaitu:
• Digerakkan dengan tenaga manusia
• Cara kerja dan komponen mesinnya mekanik
• Gandaran berjalan atau dapat digeser ke kanan dan ke kiri
• Roll pita (spool) dapat menggulung pita mesin ke kanan dan ke kiri
• Penggunaan dapat diatur (atas, tengah, bawah)
• Ukuran hurufnya hanya pica dan elite
• Ada yang bergandaran panjang sampai 27 inci
• Mencetak dengan batang huruf
• Terdapat kait untuk ganti baris.
Cara pemeliharaan mesin tulis manual yaitu:
1. Bagian luar selalu dibersihkan dengan kain halus, serbuk-serbuk kotoran dibersihkan dengan kuasdan balok-balok huruf dibersihkan dengan sikat diberi bensin sedikit.
2. Roll penggulung kertas selalu dibersihkan dengan spirtus (alkohol) sebab kalau terkena bensin atau minyak roll menjadi rusak karena mengembang tidak rata.
3. Bagian yang bergerak diberi pelimas.
4. Jika tidak dipergunakan hendaknya ditutup agar tidak terkena debu dan gandaran berada pada posisi tengah.
5. Bila membetulkan kesalahan dengan mempergunakan karet penghapus, gandaran harus digeser ke kanan atau ke kiri agar kotoran karet penghapus tidak masuk kedalam mesin tulis.
































BAB III
MESIN JUMLAH DAN MESIN HITUNG MANUAL
A. Mesin jumlah manual
Mesin jumlah manual adalah mesin yang dapat menghitung perkalian yang sederhana tetapi cara menghitungnya seperti penjumlahan sehingga untuk mencapai hasilnya relatif lama.
Mesin jumlah manual termasuk salah satu jenis mesin hiutng karena berupa mesin yang dipergunakan untuk menghitung angka-angka.
Jenis-jenis mesin hitung
a. Menurut kemampuannya dibedakan menjadi:
1. Mesin jumlah adalah mesin yang memiliki kemampuan untuk menjumlah, mengurangi dan mengalikan sederhana.
2. Mesin hitung adalah mesin yang memiliki kemampuan untuk menjumlah, mengurangi, mengalikan, membagi.
b. Menurut tenaga penggeraknya dibdakan menjadi:
1. Mesin hitung tangan adalah mesin hitung yang digerakkan dengan tangan (tenaga manusia), dilengkapi denag engkol.
2. Mesin hitung listrik adalah mesin hitung yang digerakkan dengan tenaga listrik.
c. Menurut cara kerja dan komponen mesinnya dibedakan menjadi:
1. Mesin hitung mekanik adalah mesin hitung yang cara kerja dan komponen mesinnya mekanis.
2. Mesin hitung elektronik adalah mesin hitung yang cara kerja dan komponen mesinnya terdiri dari elemen elektronik, berupa rangkaian kabel-kabel, tidak saling bergerak, biasanya digerakkan dengan tenaga listrik atau batere.
d. Menurut jumlah kunci-kuncinya dibedakan menjadi:
1. Mesin hitung berkunci sepuluh adalah mesin yang jumlah kuncinya tidak begitu banyak. Pada papan kunci terutama berisi tuts angka 0-9.
2. Mesin hitung berkunci penuh adalah mesin hitung dengan kunci/tuts pada papan kunci jumlahnya banyak sehingga tampak memenuhi papan tuts tersebut.
e. Menurut penyjian hasilnya dibedakan menjadi:
1. Mesin hitung pencetak adalah mesin hitung yang mencetak angka-angkanya pada kertas hitung/kertas roll.
2. Mesin hitung tidak mencetak adalah mesin hitung yang tidak ,mencetak angka-angkanya pada kertas hitung.
Ciri-ciri dan cara kerja mesin jumlah tangan
Ciri-ciri mesin jumlah tangan berikut ini adalah untuk mesin jumlah tangan merk Olivetti Summa Prima 20, yaitu:
1. Digerakkan oleh tangan (tenaga manusia) sehingga terdapat engkol.
2. Cara kerja dan komponen mesinnya mekanik
3. Perhitungan tercetak pada kertas hitung (printing)
4. Indikator hanya menunjukkan jumlah digit
5. Tiap perhitungan dan pencetakan angka-angka berjalan melalui penarikan engkol yang menggerakkan balok-balok angka
Cara kerja mesin jumlah tangan ini sbb:
o Angka-angka yang dihitung ditekan lewat tuts angka selanjutnya digerakkan oleh engkol.
o Tekanan tiap tuts angka dan tarikan engkol akan menggerakkan balok angka kemudian balok angka memukul pita yang bertinta.
o Dibawah pita terdapat roll kertas sehingga setiap tuts yang ditekan diikuti denga tarikan engkolmenggerakkan balok angka.

























BAB IV
PENJEPRET KERTAS, PELUBANG KERTAS DAN PENOMOR
A. Penjepret kertas
Penjepret kertaas dipergunakan untuk membendel kertas atau surat-surat. Menurut kemampuan dan bentuknya penjepret kertas dapat dibedakan menjadi:
o Penjepret kertas kecil yaitu penjepreet kertas yang bentuknya kecil dan mampu untuk membendel kertas maksimum 10 lembar.
o Penjepret kertas sedang adalah penjepret kertas yang bentuknya sedang dan kemanpuannya untuk membendel 10-20 lembar.
o Penjepret kertasa besar adalah penjepret kertas yang bentuknya besar dan kemampuan untuk membendel lebih dari 20 lembar.
Ciri-ciri penjepret kertas yaitu:
o Digerakkan dengan tenaga manusia
o Cara kerja dan komponen mesinnya mekanik
o Baru berfungsi bila diisi dengan nietjes/staples
o Membendel kertas dengan kawat jepret yang menembus pada kertas yang dibendel.
Cara kerja penjepret kertas
1. Kawat jepret dengan ujung dibawah yang dikendalikan oleh per bila ditekan oleh alat penekan satu per satu akan keluar lewat bagian mulutnya.
2. Bagian alas yang dilengkapi dengan lekukan untukmelipat kawat jepret akan bekerja bila mendapat tekanan yang cukup.
3. Kertas yang akan dibendel diletakkan antara bagian alas dan bagian mulut sehingga kawat jepret yang mendapat tekanan dari bagian penekan akan menmbus kertas dan bagian ujungnya terlipat oleh lekukan pelipat.
Cara pemeliharaan penjepret kertas
 Selalu dibersihkan dengan kain halus untuk mencegah karat, kalau ada kotoran yang melekat dapat dibersihkan dengan bensin, alkohol atau spirtus dan disimpan ditempae yang kering.
 Jangan memasukkan kawat jepret melebihi kemampuannya supaya daya lentur per tetap kuat.
 Jangan memukulkan telapak tangan pada bagian penekan karena menimbulkan tekanan tidak wajar.
 Menjaga lebar bagian mulut terutama untuk penjepret yang sudah lama dipergunakan dengan jalan memukul secukupnya supaya tidak terlalu lebar.
 Kalau terjadi kemacetan dibagian mulut usahakan agar tidak memukul-mukulkan penjepret kertas itu.
B. Pelubang kertas
Pelubang kertas dapat dibedakan menurut jumlah lubang dan fungsinya menjadi tiga yaitu:
 Pelubang kartu dengan satu pelubang dipergunakan untuk melubangi kartu-kartu perpustakaan, nama-nama, plastik dll.
 Pelubang kertas biasa dengan dua pelubang dipergunakan nutuk melubangi kertas yang akan disimpan dalam snelhechter.
 Pelubang kertas panjang dengan lima pelubang dipergunakan untuk melubangi kertas yang akan dimasukkan ke dalam binders ring.
Ciri-ciri pelubang kertas
 Digerakkan dengan tangan
 Cara kerja dan komponen mesinnya mekanis
 Membuat lubang bulat dengan gari tengah 5 Nm.
Cara kerja pelubang kertas
 Mata lubang terbuat dari baja dengan permukaan cekung-tajam dihubungkan dengan bagian penekan.
 Papan kertas dengan lubang bulat bergaris tebgah sama berposisi lurus dengan mata pelubang.
 Kertas diletakkan di papan kertas bila alat penekan ditekan mata pelubang menembus kertas dengan meninggalkan lubang bulat sebesar mata pelubang dengan garis tengah 5 Nm.
Cara mempergunakan pelubang kertas
1. Kertas yang akan diberi lubang maksimum 10 lembar sekligus. Lembar teratas dilipat sama lebar untuk menetukan titik tengah panjang kertas itu. Lalu bagian tepi kertas diratakan.
2. Kertas diletakkan di papan kertas dimaskkan lubang penjepit kanan kiri sampai bagian tepi kertas menyentuh batas tepi lubang penjepit.
3. Penekan ditekan dengan telapak tangan secara wajar sampai itu berlubang.
Cara pemeliharaan pelubang kertas
4. Selalu dibersihkan dengan kain halus pada seluruh permukaan untuk menghindari karat dan ditempatkan di tempat kering.
5. Jangan memukulkan telapak tangan pada bagian penekan.
6. Sisa lubang kertas dibersihkan dari tempatnya sehabis dipergunakan.
C. Mesin penomor
Mesin penomor yang bayak dipergunakan dapat dibedakan menurut bentuk dan ukuran angkanya, yaitu:
7. Mesin penomor kecil merupakan bentuk mesin dan ukuran angkanya lebih kecil terdiri dari 4-6 digit.
8. Mesin penomor besar merupakan bentuk mesin dan ukuran angkanya lebih besar terdiri dari 7 digit.
Ciri-ciri mesin penomor
- Digerakkan dengan tangan
- Cara kerja dan komponen mesinnya mekanis
- Terdapat pengatur angka rangkap
- Membuat nomor secara otomatis dengan cara menekan
- Pengaturan angka menggunakan stylus.
Cara mempergunakan mesin penomor
- Memberi tinta
- Mengatur nomor pertama
- Membuat nomor
Cara pemeliharaan mesin penomor
- Selalu dibersihkan dengan kain halus untuk menjaga agar tidak mudah berkarat.
- Menekan dengan wajar pada waktu membuat nomor.
- Jika tidak dipergunakan dimasukkan laci atau kotak yang rapat dan kering.
- Angk-angkanya sering dibersihkan dengan kerosine.
- Jangan sekali-kali menggunakan tinta cap sebab figure wheel (roda angka) dapat lengket bila tinta cap itu kering.
- Jangan menggunakan stylus logam supaya roda angka tidak mudah aus.

BAB V
MESIN PEMOTONG KERTAS DAN MESIN PENJILID
a. Mesin pemotong kertas
Mesin pemotong kertas terbagi atas dua macam yaitu:
 Guillotine dipergunakan untuk memotong rata bagian tepi buku, diktat, atau memotong kertas sampai dengan tebal 6cm sekaligus.
 Paper cutter bentuknya lebih kecil dipergunakan untuk memotong lembaran kertas sampai dengan 15 lb.
Ciri-ciri pemotong kertas
1. Digerakkan dengan tangan dan ada yang dengan listrik
2.Cara kerja dan komponen mesinnya mekanis
3.Memotong kertas dengan pisau yang ditekan
Cara kerja mesin pemotong kertas
1.Kertas yang diletakkan di papan kertas dengan bagian yang akan dipotong diletakkan tepat pada alat pemotong.
2.Dengan menekan pisau potong yang berada di atas kertas secukupnya maka kertas akan terpotong tepat pada garis pertemusn mata pisau dan alat pemotong.
Cara pemeliharaan pemotong kertas
1.Seluruh permukaan tiap bagian mesin selalu dibersihkan dengan kain halus supaya tidak kotor dan berkarat, disimpan ditempat kering.
2.Bagian per pada ujung pisau sesekali diberi pelumas
3.Pisau yang tumpul diasah seperti mengasah gunting
4.Jangan sampai memotong kertas yang ada bendelan berupa kawat jepret.
B. Mesin pejilid
Mesin pejilid dapat dibedakan menjadi :
1. Menurut jenisnya dapat dibedakan atas
a. Mesin penjilid buku yang bentuknya lebih besar dipergunakan untuk menjilid buku-buku dalam jumlah besar.
b. Mesin penjilid laporan yang bentuknya lebih kecil dipergunakan untuk menjilid laporan dengan pejepit plastik atau kawat spiral.
2. Menurut tenaga penggeraknya dapat dibedakan atas:
a. Mesin penjilid manual yaitu digerakkan dengan tangan
b. Mesin penjilid listrik yaitu yang digerakkan dengan tanaga listrik.
Ciri-ciri mesin penjilid
a.Penjilidan menggunakan plastik berbentuk spiral dengan hasil jilidan menyerupai album foto.
b.Bagian tepi kertas laporan yang akan dijilid diberi lubang-lubang lebih dahulu.
c.Tenaga penggerak tangan
d. Cara kerja dan komponen mesinnya mekanis.
Cara kerja mesin penjilid
a.Tepi kertas yang akan dijilid diberi lubang secara otomatis.
b.Gigi plastik penjilid spiral dibuka kemudian dimasukkan kedalam lubang-lubang kertas sampai seluruhnya rapi.
c.Untuk membuka jilidan tinggal membuka seluruh gigi plastik penjilid.
Cara pemeliharaan mesin penjilid
a.Seluruh permukaan selalu dibersihkan supaya tidak mudah berkarat.
b.Setelah dipergunakan laci tempat sisa kertas yang dilubangi dibersihakan.
c.As dan per mesin sesekali diberi pelumas.

Macam-macam palstik penjilid yaitu:
a.Plastik penjilid bulat
b.Plastik penjilid oval
c.Plastik penjilid punggung sempit.